Ibarat seorang ibu yang menyuruh mandi kepada anaknya. Sang anak keukeuh tidak mau mandi, padahal perintah ibunya sudah sangat jelas dan mudah diterima. Keengganan sang anak untuk mandi ketika diperintah oleh ibunya, dalam al-Quran diungkapkan dengan pengantar bahasa fiqh, yaitu “Kami tidak banyak mengerti”.
Ungkapan fiqh lain dalam al-Quran digambarkan kepada para penghuni neraka, sebagaimana dalam QS. Al-Araf, 7: 179. Mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mau mengerti dengannya, dan mempunyai mata (tetapi) tidak mau melihat dengannya, dan mempunyai telinga (tetapi) tidak mau mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang malah lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Nyatanya, fiqh dikaitkan dengan urusan hati, bukan semata dengan akal pikiran dan perasaan manusia. Bisa jadi sangat tidak tepat menerjemahkan lafadz fiqh dengan arti mengerti dan memahami. Apalagi menerjemahkan fiqh agama dengan sekedar mengerti dan memahami agama, maka dalam praktiknya akan terjadi sebagaimana dalam liriknya lagu Bimbo.
Baca Juga:Refleksi Beragama 01, Memahami AgamaPondok Pesantren Darussalam Kersamanah Garut Buka Kampus 2
Bermata tapi tak melihat. Bertelinga tapi tak mendengar. Bermulut tapi tak menyapa. Berhati tapi tak merasa. Berharta tapi tak sedekah. Berbenda tapi tak berzakat. Berilmu tapi tak beramal. Berjalan tapi tak terarah. Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian. Semoga kita menjauh dari sifat sedemikian. (*)