Radar Garut , JAKARTA – Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, tak lama lagi akan mengakhirnya tugasnya sebagai Panglima TNI. Pada 8 November 2021 mendatang, usia pria kelahiran Malang, Jawa Timur itu genap 58 tahun. Sesuai aturan, Hadi harus pensiun dari dinas militer. Lantas, siapakah penggantinya?
“Terkait siapa nanti Panglima TNI yang baru, tentu itu merupakan hak prerogatif presiden. Tidak ada intervensi dari pihak manapun. Namun, saya meyakini presiden akan melanjutkan tradisi rotasi lintas matra pada pergantian panglima TNI,” kata Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS) Ngasiman Djoyonegoro dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (29/5).
Sejak reformasi 1998, Panglima TNI dijabat dari tiga matra. Yaitu laut, darat dan udara secara bergantian. Mereka adalah Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto (TNI AL) 1999-2002, Jenderal TNI Endriartono Sutarto (TNI AD) 2002-2006, Marsekal TNI Djoko Suyanto (TNI AU) 2006-2007, Jenderal TNI Djoko Santoso (TNI AD) 2007-2010.
Baca Juga:Jalan Bungbulang Akan Dibangun, Pembebasan Tanah Camat dan Kades Diharapkan MembantuYudha Puja Turnawan Bantu Warga Bangun Beronjong Tanggul Cimaragas di Kelurahan Kotakulon
Kemudian, Laksamana TNI Agus Suhartono (TNI AL) 2010-2013, Jenderal TNI Moeldoko (TNI AD) 2013-2015, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (TNI AD) 2015-2017 dan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (TNI AU) 2017-sekarang.
“Kalau melihat rute-nya, analisa saya peluang ada di TNI AL. Ini kalau tradisi bergiliran. Meskipun masih ada peluang untuk TNI AD. Kalau TNI AU kecil peluangnya. Karena sekarang jabatan Panglima TNI berasal dari TNI AU,” paparnya.
Menurutnya, secara internal TNI memiliki banyak pekerjaan rumah. Terutama pada penguatan minimum essential force (MEF) dan teknologi alusista. Namun yang terpenting, Panglima TNI adalah sosok yang memiliki chemistry dan sepemikiran dengan presiden.
“Pengangkatan Panglima TNI yang baru, kemungkinan akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Tentu perlu mempertimbangkan dua agenda strategis pertahanan negara. Yaitu pengamanan wilayah laut dan kepulauan dari pencaplokan oleh negara-negara lain,” tuturnya.
Dikatakan, potensi eskalasi konflik lintas negara di Laut China Selatan ke depan cukup tinggi. Penjagaan laut merupakan garda terdepan dalam menjaga kedaulatan.
“Termasuk upaya diplomasi harus tetap dijalankan. Apalagi, kejahatan trans-nasional. Seperti penyelundupan senjata juga terjadi di laut. Sehingga dibutuhkan agenda strategis tersebut,” jelasnya.