Dari ITB, Kuwat melanjutkan program doktor ke Jepang. Ke Kyushu University. Dengan disertasi: Heterojunction Organic Photovoltaic Based on Phthalocyanine and Perylene.
Grup penelitiannya berada di kelompok fisika material, elektronika hidung dan mulut dan instrumentasi.
Prof Kuwat selalu mengajak dokter satu ini di setiap penelitiannya: Dokter Dian. Semula, dr Dian saya kira perempuan. Ternyata laki-laki. Terlihat dari nama terakhirnya: Dian Kesumapramudya Nur putra. Ia dokter spesialis anak. Pinter sekali.
Baca Juga:PSBB, Klaster Transportasi Dipelototi PetugasTim Gabungan Berhasil Temukan Seluruh Korban Longsor Sumedang
Penelitian pertama Kuwat-Dian adalah di penyakit TBC, infeksi mulut sampai ke penyakit akibat narkotika. Itu tahun 2016. Sampai sekarang masih berlanjut.
Lalu ada juga penelitian di bidang yang lebih mendesak: penyakit lumpuh layu. Yang biasanya baru ketahuan setelah dewasa. Lantas tidak bisa tertolong. “Padahal harusnya bisa diketahui ketika masih anak-anak,” ujar Prof Kuwat.
Ketika ada pandemi, penelitian itu diarahkan juga ke Covid-19. Dengan bantuan Badan Intelijen Negara (BIN). Sampai berhasil sekarang ini.
Di proses uji coba GeNose itu sudah di cross-check ke sistem PCR. Mereka yang negatif di GeNose juga negatif di PCR. Demikian juga sebaliknya. Dengan presentase kesamaan 92 persen lebih.
Penemuan Prof Kuwat ini akan menyelesaikan banyak hal. Bayangkan, 5 menit selesai. Bayangkan, biayanya hanya Rp 35.000-an. Begitu murah dibanding PCR yang ratusan ribu rupiah itu.
Pun setelah vaksinasi nanti. Tetap bermanfaat besar. Untuk terminal-terminal bus, stasiun KA, pelabuhan dan terutama di bandara.
Itu bisa ikut mengatasi ancaman gelombang kedua Covid-19 –kalau ada. Sekarang ini terlalu banyak penularan dari orang yang merasa sehat. Padahal orang itu mungkin saja kena Covid. Hanya tidak merasa. Tapi tetap bisa menularkan.
Baca Juga:Tidak Semua Online, Ada Beberapa Pelayanan yang Harus Datang ke DisdukcapilKepala Puskesmas dan Sekmat Kunjungi Keluarga Mia
Itulah problem di mana-mana di dunia sekarang ini. Termasuk di Tiongkok. Orang seperti tanpa Covid menularkan Covid.
Temuan Prof Kuwat bisa ikut mengatasinya. Justru karena praktis, murah, dan kecepatannya.
Kok namanya GeNose?
“Dulunya saya beri nama e-Nose. Electronic-Nose. Waktu masih untuk TBC, belum untuk Covid-19,” ujar Prof Kuwat. “Tambahan G itu karena ini Gadjah Mada,” katanya.
Tapi seberapa kuat Prof Kuwat?