Hingga sekarang, seluruh kawasan Gunung Cikuray, dari kaki gunung hingga puncak, dikelola oleh Perum Perhutani dengan status hutan lindung terbatas dan hutan produksi. Dengan perubahan status fungsi kawasan, Imam berharap fungsi-fugsi ekologis kawasan Gunung Cikuray bisa dipulihkan.
Tokoh masyarakat Desa Sukatani Kecamatan Cilawu yang berbatasan langsung dengan Gunung CIkuray, Rahmat, mengaku, meski berada tidak jauh di kawasan pegunungan, warga di desanya masih kesulitan memperoleh air bersih. Tidak hanya dirasakan saat musim kemarau saja, kondisi sudah terjadi beberapa tahun terakhir bahkan ketika musim hujan tiba.
“Dampaknya (kerusakan) sudah cukup terasa, karena beberapa tahun ini warga di desa Sukatani kesulitan mendapatkan air bersih,” katanya.
Baca Juga:Melalui Perlombaan, KKG Ciamis Bentuk Anak Berprestasi dan BerakhlakKemenkeu RI dan Uniga Beri Pelatihan Aparatur Desa dalam Tata Kelola Anggaran
Secara administratif kata Ebit, Gunung Cikuray berada di wilayah 5 kecamatan di Kabupaten Garut. Gunung ini, menjadi hulu sekaligus sumber mata air bagi tiga sungai besar yaitu Sungai Cimanuk yang bermuara di Kabupaten Indramayu, Ciwulan yang mengalir ke Kabupaten Tasikmalaya hingga bermuara ke Pantai Selatan Tasikmalaya dan Sungai Cikaengan yang bermuara di Pantai Selatan Garut. Kerusakan kawasan Gunung Cikuray, menurutnya akan memberi pengaruh besar pada keberlangsungan siklus air untuk kepentingan masyarakat.
Maka dari itu, disamping merekomendasikan perubahan status fungsi kawasan, Yayasan Tangtudibuana bersama para peserta diskusi berharap pemerintah daerah melakukan langkah-langkah emergensi respon berupa rehabilitasi dan reboisasi, pemetaan ulang sumber-sumber mata air di Gunung Cikuray dan melakukan penataan dan pemantauan terhadap aktivitas-aktivitas budidaya pada kawasan-kawasan yang rawan dan jadi sumber strategis sumber mata air. (erf/rls)