PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) Garut tahun 2024 dipastikan hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon. Pasangan yang pertama mendaftar membawa dukungan dua partai yang masuk parlemen dengan 14 kursi, dan kedua dengan 7 partai parlemen dengan 36 kursi.
Bagi sebagian orang, kemunculan dua pasang calon Bupati dan Wakil Bupati sudah terprediksi jauh-jauh hari. Dalam pandangan lainnya, apa yang terjadi saat ini menunjukan dibatasinya hak politik banyak orang demi hasrat dan kekuasaan.
Saya hanya mengutip cerita dari sejumlah orang yang saya temui dan ajak diskusi, lalu dirangkum dalam satu tulisan yang mungkin tidak mewakili semuanya. Namun kesimpulan akhir yang bisa saya tuliskan adalah, “Ketakutan atau Kepercayaan”.
Baca Juga:Rutan Garut Gelar Kegiatan Belajar Fiqih, Warga Binaan Diajari Kitab SafinahDapur Idaman Rutan Garut Diresmikan dalam Peresmian Revitalisasi UPT Pemasyarakatan se-Priangan Timur
Namun dibalik itu semua, ‘maqashid’ dari ketakutan entah ditujukan kepada siapa dan karena apa. Namun kepercayaan tentunya diberikan kepada mereka yang memberikan kepercayaan, namun sekali lagi, entah siapa.
Tentunya penulis tidak akan mengupas terlalu jauh, apalagi ‘barbar’, agar kemudian tidak melanggar pedoman yang seharusnya. Namun tulisan ini dibuat karena tiba-tiba dalam beberapa diskusi belakangan muncul gerakan “tidak akan memilih” dalam Pilkada yang akan dilakukan November 2024.
Pastinya gerakan itu tidak serta merta muncul begitu saja, karena selalu ada api di balik asap. Saat ditanya lebih jauh, jawaban mereka sederhana, “Kami tidak ingin memilih yang Syubhat, apalagi harus memilih yang Haram”.
Saya tidak tahu, pasangan mana yang syubhat dipilih yang dimaksudkan oleh si ‘mutakallim’. Pun demikian tidak dijelaskan yang mana pasangan calon haram dipilih, entahlah.
Banyak kabar burung yang beredar di tengah masyarakat, baik di kalangan aktivis, anak muda, bahkan penjual kopi. Pada umumnya semua mempertanyakan ada apa dengan Pilkada Garut tahun 2024 ini.
Dalam obrolan ringan dengan salah satu senior aktivis pergerakan, ia menyatakan bahwa pesta demokrasi yang terjadi saat ini berubah haluan menjadi pesta tekanan. Kondisi itu pun menurutnya mencederai hakikat dari demokrasi itu.
Pada awalnya, ia berharap semua bisa bergerak dan menunjukan banyak calon yang ikut dalam kontestasi Pilkada 2024 ini. Namun semuanya ‘ambyar’ begitu saja karena beberapa persoalan yang terjadi di tingkat elit.