DIANTARA bentuk kemerdekaan yang disebutkan dalam al-Quran, adalah terbebasnya Bani Israil dari kezaliman yang dilakukan oleh Firaun. Beragam kekejaman, perampasan, penyiksaan, pembunuhan, dilakukan oleh penguasa Mesir waktu itu yaitu raja Menephthan (1232-1224 SM), anak raja Ramses II terhadap penduduk lokal yang merupakan keturunan Bani Yaqub sebagai pengikut Nabi Musa alaihissalam.
Dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 49, “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu daripada kaum Firaun yang kenakan kepada kamu siksaan yang pedih, (yaitu) mereka bunuh anak-anak laki-laki kamu, dan mereka biarkan hidup (anak-anak) perempuan kamu, padahal tentang yang demikian, ada satu percobaan yang besar (azab) dari Tuhan Kamu”.
Perempuan dibiarkan hidup, tujuannya untuk mengabdi dan bekerja secara total sebagai budak-budak penguasa. Kondisi ini sudah terjadi sangat lama sebelum dinasti Ptolemeus di Mesir. Bertubi-tubinya kezaliman terus berlanjut di zaman Firaun. Menurut informasi dari para penyihir Firaun, bahwa akan ada ancaman dengan kelahiran seorang bayi laki-laki yang akan mengganggu stabilitas kerajaan Firaun. Maka diputuskanlah, setiap bayi laki-laki yang dilahirkan, wajib dibunuh.
Baca Juga:Biznet Festival Makassar 2023: Menghubungkan dan Menghibur MasyarakatPNM Bersihkan Nama Ratusan Warga Sukabakti dari Catatan Utang
Ayat di atas, seolah ada kesamaan dalam perjalanan bangsa Indonesia di seluruh nusantara. Bangsa Indonesia tak henti-hentinya menjadi tuan rumah di tanah airnya sendiri. Dengan beragam motif dan modus bangsa lain datang ke Nusantara, hakikatnya mereka telah merampas kebebasan rakyat Indonesia.
Tercatat sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada enam negara yang pernah menduduki bangsa Indonesia, yaitu Portugis (1509-1595), Spanyol (1521-1529), Belanda (1602-1942) yang kemudian diselingi oleh Perancis (1806-1811) dan Inggris (1811-1816), terakhir adalah Jepang (1942-1945).
Selama pendudukan Belanda di Indonesia saja, minimal ada tiga jurus sakti yang ditimpakan kepada rakyat Indonesia. Pertama, Politik adu domba (devide et impera). VOC melakukan politik ini dengan saling mengadu domba antara kerajaan yang satu dengan kerajaan lain atau adu domba di dalam satu kerajaan di berbagai daerah di nusantara. Politik adu domba ini berakibat pada makin melemahnya kerajaan-kerajaan di Indonesia dan merusak seluruh sendi kehidupan masyarakat di nusantara.