RADAR GARUT – Teater Dongkrak Tasikmalaya dan Posstheatron Garut mempersembahkan pertunjukan teater modern berdasarkan sejarah Kerajaan Galuh, yang dipentaskan di Padepokan Sobarnas Martawijaya, Sabtu (7/1/2023) bertajuk “Asmara Rababu”.
Pertunjukan ini merupakan sejarah peteng Galunggung yang disutradarai oleh Tatang Pahat. Kisah yang menceritakan tentang persoalan penghianatan terhadap tatanan kerajaan di Galuh tentang penghianatan perselingkuhan.
Tatang pahat menjelaskan pertunjukan ini tentang sejarah Galuh bahwa di Tasikmalaya ini konon ada kerajaan yang ditutup tutupi dan merupakan sejarah aib yang tidak terkuak ceritanya.
Baca Juga:Sistem Pemilu Proporsional Yang Tuai Polemik, Terbuka atau Tertutup?Cara Transfer Ke Rekening dan Terima Pembayaran Mudah dari Aplikasi DOKU
Peradaban sunda indentik dengan Kerajaan Galuh yang pada saat itu ada raja yang mendirikan dari Galunggung Bernama Wretikandayun yang memiliki 3 anak yaitu, Rahiyang Sempakaja, Rahiyang Kidul dan Rahiyang Mandiminyak.
Sutradara menjelaskan bahwa sejarah peteng ini mengapa diangkat pasalnya bahwasanya yang namanya sejarah kelam apapun itu, bahwa sejarah merupakan catatan yang memang mau tidak mau kita harus tahu dan harus terbuka.
“ Siapa tahu kita dari turunan itu, generasi itu harus membuka mata karena saat peradaban ini sudah terbuka sedemikian rupa sejarah pun harus terbuka,” ucapnya.
Dengan pertunjukan ini tatang berharap khususnya generasi muda karena memang saat ini generasi muda sudah teregredasi yang mana generasi muda itu lebih paham tentang tokoh-tokoh hero yang dari luar padahal sadar tidak sadar mereka dibentuk oleh sejarah di yang ada di sekitarnya.
Hal ini juga di sisi lain juga ini mengangkat energi pemerintah yang ada di undang-undang nomor 52 tentang kebudayaan yang salah satunya diangkat cerita masyarakat Legenda dan sebagainya yang dan kita coba diangkat lagi serta memperkenalkan ke generasi-generasi muda.
untuk peminat dari anak muda dalam hal pertunjukan budaya, tatang menjelaskan jika dibandingkan dengan zaman dulu, sekarang itu ada kemunduran, serta kita juga tidak bisa menolak teknologi karena itu keniscayaan.
“ apapun peradaban ketika apapun berjalan teknologi tersebut segala macam itu tidak bisa ditolak, Tapi minimal kita mengimbangi Jangan sampai kita terlalu tergaris ke persoalan itu dan jangan sampai gajah di depan mata tidak terlihat tapi semut di ujung sana kelihatan padahal itu kearifan yang membentuk kita, pungkas Tatang.