Radar Garut – Setiap generasi memiliki sebutan dan ciri khas yang berbeda. Generasi anak-anak kita yang lahir setelah tahun 2010 dikenal dengan sebutan generasi Alfa (Aplha generation) atau Gen A. Selain itu, Gen A ini biasa disebut sebagai digital native yang artinya sejak lahir mereka sudah terbiasa dengan dunia digital dan dunia digital sudah menjadi bagian dari kehidupanya yang tidak dapat dipisahkan. Kemajuan teknologi yang pesat ini pun ke depannya berpotensi memengaruhi pendidikan mereka, mulai dari gaya belajar, materi yang dipelajari di sekolah, hingga pergaulan mereka sehari-hari.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019 menunjukan penggunaan internet tertinggi adalah usia yang termasuk dalam Gen A. Selain itu sejak Pandemi yang berlangsung kurang lebih selama 2 tahun dan perubahan metode sekolah menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), anak usia Gen A lebih banyak menghabiskan waktu di dunia digital.
Tentu banyak manfaat dari teknologi dan dunia digital bagi anak-anak kita, namun tidak dipungkiri potensi dampak buruk juga menyertai jika penggunan teknologi dan digital tidak diawasi dan dikontrol oleh orang dewasa di sekitar mereka. Realitanya banyak generasi Alpha yang menghabiskan waktu di ruang digital hanya untuk bermain sosial media, games online, menonton video, dll dibandingkan melakukan kegiatan di dunia nyata.
Baca Juga:Janji Justin Hubner ke Shin Tae-yong: Saya Seorang PemenangInter Menang, Barcelona Terlempar dari Liga Champions, Masih Ada Harapan Liga Liga Europa
Salah satu tantangan di tengah gempuran teknologi bagi Generasi Alpha adalah untuk menanamkan sifat gemar membaca. Membaca mudah sekali dinilai sebagai kegiatan yang tidak menyenangkan dan membosankan oleh Gen A. Selain itu menurut hasil PISA (Programme for International Student Assessment), sebuah sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari beberapa negara di seluruh dunia, hasil Indonesia memperlihatkan nilai yang tidak cukup baik.
Indonesia berada di urutan 71 dari total 77 negara pada PISA tahun 2018 lalu yang didalamnya tercakup kemampuan literasi membaca. Hal ini menggambarkan kondisi kemampuan literasi membaca anak-anak di Indonesia yang masih terbilang rendah.
Mengajarkan anak untuk dapat membaca tentu lebih mudah dibandingkan menanamkan rasa gemar/ menyukai kegiatan membaca pada anak. Terlebih lagi dengan era teknologi dan dunia digital yang semakin pesat. Padahal kemampuan membaca dan rasa cinta membaca merupakan kemampuan yang diperlukan oleh anak-anak kita untuk dapat mengembangkan potensi kecerdasan lainya yang ada di dalam diri mereka. Maka dari itu kita perlu mencari cara bagaimana cara untuk mendidik generasi alpha untuk gemar membaca.