Nenia meng-SMS, bertanya kapan saya bisa menemuinya. Sore itu dia ada waktu. Edo mengantarku ke Hotel Bluebeach Resort. Tampak tak berbeda dengan resort yang lain. Kasino itu, kabarnya, ada di ruangan besar di basement. Juga di lantai paling atas, yang punya akses khusus.
Nenia menemuiku di ruang meeting hotel. ”Aku lagi break sebentar. Terima kasih ya sudah datang,” kata Nenia. Dia berpakaian sangat professional. Dengan setelan yang pas di badan. ”Apa kabarnya Bang Eel?” tanya Nenia.
Tadinya justru saya yang mau bertanya soal itu, belakangan Bang Eel jarang bercerita soal soal hubungan mereka berdua. ”Kamu masih ketemu dia kan?” tanyaku. Tapi kupikir pertanyaan itu salah, membuat Nenia tak nyaman, mengingat pertemuan kami di INN Café.
Baca Juga:Anies Baswedan Dilaporkan Dugaan Pelanggaran PemiluPLN Batalkan Program Kompor Listrik
”Itulah yang aku mau tanyakan ke kamu, Dur,” kata Nenia. “Beberapa waktu lalu dia ajak saya menikah.”
”Dia melamar kamu?” tanyaku.
”Nggak. Eh, nggak tahu juga. Pokoknya dia ajak aku menikah.”
”Terus?”
”Saya tak menjawab. Saya terus-terang saja belum ingin menikah. Belum siap. Setelah itu saya agak menjaga jarak, menolak ketemu, takut dia tanya lagi, dan saya tak mau menolak. Saya masih pengin bareng dia, tapi untuk menikah belum,” kata Nenia
Selama tak bertemu, Nenia jalan dengan banyak laki-laki lain. Siapa saja. Apalagi sejak bekerja di Bluebeach Resort. Banyak tamu-tamu hotel yang, kata Nenia, datang untuk berjudi, dan di luar jam itu, juga jam kerja dia, membutuhkan teman. Mula-mula sebagai layanan hotel, tapi kemudian ia lakukan itu di luar jam kerja.
”Lalu aku baru tahu dua hari sebelum kita ketemu di INN malam itu, bahwa aku hamil, Dur,” kata Nenia. Dia menceritakan itu seperti sebuah cerita yang biasa saja. Saya agak terperanjat.
”Saya tak yakin siapa yang bikin saya hamil.”
”Bukan Bang Eel?” tanyaku.
”Mungkin Eel. Tapi mungkin juga bukan. Yang pasti saya tak mau aborsi. Janin ini mengubah diri saya. Saya ingin jadi ibu. Saya mau rawat dia.”