NUSA DUA,- Sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah kesulitan mendapatkan utang.
Kondisi ini membuat disparitas, rentang kendali ekonomi yang begitu jauh, hingga menyebabkan perbedaan yang mencolok.
Kondisi ini ternyata terjadi dalam satu dekade, sebaliknya belasan negara berkembang tidak dapat memenuhi pembayaran utang tahun depan setelah dihantam pandemi Covid-19.
Baca Juga:Kearifan Lokal dalam Platform DigitalKelebihan dan Kekurangan GB WhatsApp
“Jadi ini bukan hanya satu atau 2 kasus luar biasa, ini menjadi meluas,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pembukaan Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat 15 Juli 2022.
Sri Mulyani menekankan, kondisi tersebut menjadi isu yang perlu menjadi perhatian, baik Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, guna dibahas bersama organisasi internasional dan lembaga multilateral.
Pasalnya ada 3 ancaman global yang kini ada di depan mata pertama perang, lonjakan harga komoditas, dan peningkatan inflasi global.
Tiga hal ini menciptakan dampak nyata, tak hanya untuk negara-negara berpenghasilan rendah tetapi juga di negara-negara berpenghasilan menengah, bahkan ekonomi maju.
Sri Mulyani menambahkan, sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19, ruang fiskal telah digunakan berbagai negara hingga berimplikasi pada peningkatan posisi utang.
Relevansinya dengan 3 ancaman tersebut, membuat situasi akan menjadi sangat kompleks untuk dikelola.
Tantangan signifikan ini berada di atas masalah global yang belum terpecahkan. “Ini semua menciptakan rintangan yang signifikan untuk tujuan kita bersama,” ucap dia.
Baca Juga:Kasus Covid-19 Naik 6 Kali Lipat!Ini Gambaran Kurikulum Merdeka Belajar, yang akan Diterapkan pada Tahun Ajaran Baru Sekarang!
Oleh karenanya, lanjut dia, forum G20 berkumpul kembali untuk diuji dengan situasi yang sangat kritis dan kompleks ini.
Dengan begitu di tengah masa kritis perekonomian global, ekspektasi dan harapan terhadap kelompok negara G20 semakin tinggi.
Sebelumnya Menkeu juga menyerukan pemanfaatan peluang investasi yang memungkinkan transisi yang terarah, adil dan berkelanjutan.
Menkeu mengatakan transisi menuju ekonomi hijau dengan prinsip adil dan terjangkau akan terjadi dalam jangka menengah dan panjang, dengan milestone pada 2030 dan 2060 atau untuk beberapa negara bisa lebih awal.
“Untuk Indonesia, kami menyiapkan roadmap, kebijakan, peraturan infrastruktur, juga menganalisis, menangani, mengelola dampak sosial dalam waktu singkat”, ujar Sri Mulyani.