“Jangan panik,” katanya. “Virus PMK itu tidak mematikan sapi,” tambahnya.
“Lho kan banyak sapi yang mati karena PMK?” tanya saya.
“Itu bukan karena PMK. Itu karena tidak bisa makan,” tambahnya.
Virus Mulut Kuku memang menyerang mulut dan kuku sapi. Ia tidak bisa menular ke manusia. Akibatnya mulut sapi luka. Kuku sapi juga luka. Kalau sampai parah sapi tidak bisa makan. Itulah yang menyebabkan kematian.
Demikian juga ketika menyerang kuku. Luka di kuku membuat sapi tidak bisa berdiri. Sakit. Ndeprok. Akibatnya tidak bisa makan. Mati.
Karena itu, kata Indro, peternak harus dididik untuk mengatasi PMK. Dengan cara yang benar. Ia minta Disway mengajarkan protokol sapinya ini. Lewat tulisan ini.
Peternak harus diselamatkan. Jumlah peternak melebihi jumlah petani sawit.
Baca Juga:MUI Murka Lihat Kedubes Inggris Kibarkan Bendera LGBT, Begini Kata Gus NadirAncaman Serius, Yudha Legislator Garut Bersama Baguna, Tagana dan BPBD Bersihkan Sampah di Irigasi Ciparay dan Sub DAS Cimaragas
Begitu melihat sapi kena PMK, kata Indro, peternak harus tahu bahwa sapinya tidak bisa makan. Kasihan. Carilah cara agar ada makanan yang tetap bisa masuk ke perut sapi. Termasuk vitamin C, vitamin E dan vitamin D. Jemur sebentar di matahari.
Kalau benar-benar tidak bisa makan bikinkan bubur rumput. Masukkan lewat selang. Segala macam cara harus dicari. Agar makanan bisa masuk.
Pedagang sapi tahu cara memasukkan cairan ke perut sapi. Indro mengisahkan kebiasaan sebagian pedagang sapi menaikkan bobot sapi yang akan dijual: digelonggong. Sapi dipaksa minum air lima liter dengan cara menggelonggongkannya.
Cara itu bisa dipakai untuk memasukkan cairan bergizi ke perut sapi.
Setelah bisa melewati 10 hari, sapi akan selamat. Jaga juga kandang. Agar lebih bersih. Semprotkan disinfektan. Mandikan sapi pakai sabun.
Ini dia. Proyek baru. Menolong peternak. Sekaligus bisa jadi kamuflase apa saja. (Dahlan Iskan)