GARUT – Sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut, diduga terlibat dalam organisasi Negara Islam Indonesia (NII).
Tidak hanya menjadi anggota biasa, diantaranya bahkan disebut menjabat sebagai salah satu gubernur NII.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Garut, Wahyudijaya tidak menampik adanya informasi soal keterlibatan pejabat dalam NII. Ketika ditanya wartawan, Wahyu membenarkan adanya informasi itu.
Namun demikian menurut Wahyu hal tersebut baru sebatas indikasi-indikasi saja.
Baca Juga:Polres Garut Akan Selidiki Kerusakan Hutan yang Diduga Jadi Penyebab BanjirBupati Garut Keluarkan BTT untuk Penanganan Banjir Bandang Sukaresmi
Untuk menyikapi informasi itu menurutnya tim penanggulangan paham akan bergerak sesuai dengan proporsinya. Seluruh dinas yang ada di Pemkab Garut dilibatkan secara aktif.
“Berbicara pemahaman itu hiden. Itu tidak serta merta muncul ke permukaan, tapi dari informasi ke informasi. Perlu didukung validitas data. Orientasi pembinaan kembali sebagai aparatur ada kejelasan target dan arah,” kata Wahyu, Senin (8/11/21).
Wahyu juga akan melakukan inventarisasi sesuai dengan kewenangannya.
“Kita akan coba inventarisasi sesuai dengan kewenangan institusi masing-masing, tapi kembali ke orientasi pembinaan. Kalau kita coba lihat kan yang terpapar itu korban, kecuali levelnya level yang memberi doktrin, yang mengkonsolidasi, barangkali ini ranahnya sudah bukan di pemda lagi,” sebutnya.
Ditanya lebih jauh soal warga Garut yang sebelumnya diduga menjadi korban NII, menurutnya saat ini terus dilakukan pengembangan dan pembinaan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan rapat evaluasi untuk membagi habis tugas sesuai dengan proporsi masing-masing instansi.
“Karena kan walaupun bagaimana yang terpapar ini adalah korban yah. Dan saya kira Pemda harus hadir, kami sudah menginventarisasi untuk anak-anak remaja yang putus sekolah, dan ini nanti akan diberikan pendidikan lanjutan, bisa paket B atau C,” katanya.
Adapun kaitna dengan pemberdayaan korban NII, pihaknya sudah memiliki rancangan. Target minimalnya adalah mengembalikan para korban NII ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kalau ikrar memang simpul sudah, tapi nampaknya kan ini mungkin yang lain masih terjebak secara psikologis. Barangkali P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) juga akan turun melakukan trauma healing, karena berbicara tentang personil ini menyangkut aspek psikologis,” tutup Wahyu. (Rd)