Saya pun ingat: mengapa dokter di RS dulu menghentikan suntikan Heparin di perut. Waktu itu SGOT/SGPT saya juga naik drastis tiba-tiba.
Tentu saya lebih sayang pada hati saya. Itu benda titipan. Meski sudah 15 tahun menyatu dengan tubuh saya, tetaplah itu hatinya orang lain. Yang harus saya jaga baik-baik.
Lima hari kemudian saya ke lab lagi. Fungsi hati saya sudah normal lagi.
Baca Juga:Perempatan Jalan Cikuray Kerap Terjadi Kecelakaan, Diduga Pengendara Kurang Berhati-hatiMengejutkan! Abdee Slank Jadi Komisaris Telkom
Kian banyak dokter yang saya hubungi. Di dalam dan luar negeri. Tidak ada jawaban yang memuaskan.
Sampai hari ini. Tiap sepuluh hari saya ke lab. Tetap saja D-dimer saya sekitar 1.800 itu.
Banyak dokter yang bertanya balik: berapa D-dimer saya sebelum kena Covid. Jangan-jangan sudah tinggi.
Saya tidak bisa menjawab itu. Seumur hidup baru sekali D-dimer diperiksa ya di RS Premier Surabaya itu. Saat kena Covid itu.
Sebelumnya, jangankan periksa, istilah D-dimer pun belum pernah mendengar.
Saya pun menghubungi dokter Ben Chua di Singapura: apakah pernah memeriksa D-dimer saya. Yakni, saat ia menangani aorta dissection saya tiga tahun lalu.
”Hi Pak Dahlan… we did not check D-dimer previously as you did not have dvt or was suspected to have dvt,” jawabnya.
Jelaslah, saya tidak pernah diperiksa tingkat D-dimer karena tidak ada indikasinya.
Baca Juga:Kemungkinan Koalisi PDI Perjuangan – Gerindra di 2024Jika Amandemen UUD45 Dilakukan, Pilpres 2024 Jokowi Bisa Gandeng Prabowo sebagi Wakil
Satu-satunya yang membuat saya tetap happy adalah dokter ahli jantung dan pembuluh darah RS Premier Surabaya: dr Jeffrey Daniel Adipranoto. Yang lulusan Belanda itu.
“Saya yakin itu akibat stent. Tenang saja. Tidak usah terganggu dengan D-dimer tinggi,” ujarnya.
Sejak menangani D-dimer saya, dokter Jeffrey memang terus memikirkan D-dimer saya. Termasuk –dengan pikiran terbuka– minta saya tetap kontak dengan dokter saya di Singapura: dr Benjamin Chua.
Saya selalu ceritakan apa pendapat dokter Ben Chua kepada dokter Jeffrey. Demikian juga sebaliknya.
“Akhirnya saya teliti pasien-pasien saya. Di antara yang pasang stent, ada empat orang yang D-dimer-nya tinggi. Tidak apa-apa,” ujar dokter Jeffrey.
Mereka itu umumnya sakit jantung. Yang harus dipasangi ring (stent) di pembuluh darah di jantung mereka.