“Kalau harus tidur di rumah mah gak berani. Kebayang nya kejadian longsor. Maunya sih pindah, tapi ya gimana baiknya saja,” ungkapnya.
Sejak tinggal di Kampung Legokbintinu di 2005, Agus menyebut bahwa longsor baru pertama kali terjadi di kampungnya. Ia juga menyebut bahwa tanda-tanda akan terjadinya longsor tidak nampak.
Warga lainnya, Nasih (35) mengatakan tanah longsor itu terjadi saat dirinya sedang tidur. Ia tiba-tiba mendengar suara keras, saat dicek ternyata longsor. Lokasi longsor berjarak sekitar 10 meter dari rumahnya.
Baca Juga:Bulan Maret, Warga Garut Bisa Menikmati Uji Coba Kereta Api Secara GratisPengusaha Dodol Sambut Baik Gula Impor Dibatasi, Tapi Harga Produk Lokal Harus Dikontrol
“Saya dengan keluarga langsung ke rumah orang tua. Kalau disuruh memilih mending direlokasi karena rumah saya sudah tidak aman,” katanya.
Bupati Garut, Rudy Gunawan mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk merelokasi warga. Setidaknya ada dua tempat yang ditawarkan, namun pihaknya akan memeriksa lokasi tersebut sebelum dijadikan tempat relokasi.
“Kita akan minta geologi (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) untuk mengecek lokasi. Kalau bebas gempa atau gerakan tanah, kita beli. Saya sudah instruksikan BPBD Garut untuk mengawal proses itu dan dalam sepekan ini saya meminta agar sudah ada kepastian lokasi. Untuk pembelian tanahnya kita targetkan selesai sebulan,” ungkapnya.
Setelah tersedia, Bupati mengaku tidak akan menggunakan pemborong untuk proses pembangunannya, namun warga diharapkan ikut gotong royong.
“Jadi untuk sementara warga tinggal dulu di tempat aman. Pemkab Garut siap menanggung kebutuhan logistik untuk pengungsi,” tutupnya. (igo)