Penolakan Gereja di Cilegon Berdasarkan SK Bupati Tahun 1975, Kemenag Bilang Begini…

Penolakan Gereja di Cilegon Berdasarkan SK Bupati Tahun 1975, Kemenag Bilang Begini...
Wali Kota Cilegon dan Wakil Wali Kota Tandatangani penolakan pemhangunan Gereja. (Tangkapan layar video) --
0 Komentar

JAKARTA,Kementerian Agama (Kemenag) buka suara tertkait penolakan pembangunam Gereja di Kota Cilegon.

Seperti diketahui, Wali Kota Cilegon dan Wakil Wali Kota bersama warga ikut menandatangani penolakan pembangunan Gereja di Colegon. .

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag,  Agama Wawan Djunaedi mengatakan, penolakan pembangunan Gereja do Cilegon berdasar pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tahun 1975.

Namun, SK itu saat ini sudah dianggap tidak lerevan lagi.

Ada pun Cilegon, merupakan bagian dari Kabupaten Serang.

Baca Juga:Cek Rekening, BSU Gaji Rp 600 Ribu Cair Hari IniMengapa Anies Diperiksa KPK Hingga 11 Jam?

Bupati Serang pada tahun 1975 sempat mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 189/Huk/SK/1975 tanggal 20 Maret 1975 tentang penutupan gereja/tempat jemaat bagi agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang.

“Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja,” kata Wawan, Kamis 8 September 2022.

Wawan mengatakan, ada beberapa alasan SK itu dinyatakan tidak relevan saat ini.

Pertama tetkait regulasi itu diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99 persen.

Sementara Kota Cilegon sekarang sudah berubah. Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, komposisi umat Kristen di Cilegon telah mencapai 16.528.513, sementara umat Katolik mencapai 6.907.873.

“Jumlah tersebut setara dengan 9,86 persen. Sementara komposisi umat non-muslim secara keseluruhan mencapai 12,82 persen. Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiyar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” kata Wawan.

Faktor kedua, Wawan mengatakan konsideran ‘menimbang’ SK Bupati tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut. Aturan itu telah digantikan dengan PMB Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Baca Juga:Bertemu Gina Raimondo, Airlangga Bahas Perkembangan Perundingan IPEFRintihan Putri Candrwathi di Magelang Diungkap Susi, Brigadir J Mengendap-endap dari…

Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama.

“Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006,” sebut Wawan.

Faktor ketiga, Wawan mengatakan SK Bupati tahun 1975 diterbitkan dalam konteks merespons Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah. Sementara pada waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja.

0 Komentar