Kaitannya dengan taqwa yang harus dijadikan bekal oleh seseorang dalam perjalanan, mengandung arti bahwa dimanapun dan kapanpun seseorang berada, harus menjadi orang yang bertaqwa dengan rumus bakunya yaitu menjauhi segala larangan Allah swt. Boleh jadi kehidupan seseorang ketika berada di kampung halamannya akan cenderung positif dan produktif. Karena faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung untuk berbuat positif.
Namun ketika seseorang sedang berada di pengembaraannya, baik ketika seseorang sedang bepergian atau sedang melaksanakan tugas dan bekerja di luar kota serta jauh dari keluarga dan lingkungan, sangat terbuka lebar berbagai kemungkinan seseorang itu untuk melaksanakan maksiat.
Apalagi tidak ada sanak saudara, kerabat bahkan kawan atau kenalan yang akan mengawasi bahkan menegur seseorang itu ketika melaksanakan maksiat. Sangat mungkin seseorang hilang kendali dan hilang arah hidupnya sehingga terjerumus kepada hal-hal yang dilarang agama dengan mengikuti hawa nafsu dan dorongan syaitan.
Baca Juga:Kapolsek Cikelet dan Jajaran Dengarkan Curhat Warga di Masjid Darut Takwa CijambeRutan Garut Gelar Donor Darah, Puluhan Labu Berhasil Dikumpulkan
Dalam praktek ibadah haji pun sama. Untuk menjaga ketertiban, keamaman dan kedisiplinan orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, terdapat tiga larangan yang harus dijauhi dan dipatuhi selama pelaksanaan haji.
Yaitu tidak boleh mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi atau tidak senonoh (rafats), tidak boleh keluar dari aturan (fasiq) serta tidak boleh berdebat dan berpanjang kalam (jidal). Cukup dengan ketiga larangan itu, pelaksanaan ibadah haji menjadi aman dan nyaman. Itulah hakikatnya bekal taqwa. (*)