RADAR GARUT – Putusan MK Pada tanggal 23 Desember 2008 yang termaktub dalam pasal 214 poin a, b, c, d dan e pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Legislatif tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Oleh karena itu, MK menyatakan sistem pemilu dinyatakan dengan suara terbanyak. Putusan ini setidaknya telah dilaksanakan pada pemilu tahun 2009, 2014 dan 2019.
Memasuki tahapan Pemilu 2024 saat ini kita di hebohkan dengan pernyataan Ketua KPU di beberapa pemberitaan online tentang kemungkinan pemilu di laksanakan dengan sistem proporsional tertutup. Hal ini didasarkan dengan adanya Judicial Review yang dilakukan oleh politisi PDIP dan Nasdem agar pemilu dilaksanakan melalui sistem Proporsional tertutup.
Baca Juga:Cara Transfer Ke Rekening dan Terima Pembayaran Mudah dari Aplikasi DOKUOutfit ke Pantai Hijabers Untuk Kamu Tetap Terlihat Anggunly
Secara prinsip, baik sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup keduanya tidak melanggar konstitusi.
Namun dengan demikian apabila MK mengabulkan gugatan atas Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf b, Pasal 386 ayat 2 huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat 2, dan Pasal 426 ayat 3 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Maka MK sendiri akan merevisi keputusannya sendiri serta kemungkinan akan terjadi beberapa perubahan strategi dalam pemenangan pemilu 2024. Akan tetapi kita wajib melaksanakan dan menghormati apapun keputusan yang akan diambil oleh MK kedepan.
Yang harus digarisbawahi, Pemilu dengan sistem proporsional tertutup ini akan berimplikasi kepada pola hubungan pemilih dan wakil (caleg) yang dipilihnya. Salah satunya ialah pemilih tidak memiliki peran aktif dalam menentukan siapa wakil rakyat yang dianggapnya representatif.
Peran caleg di dalam pelaksanaan pemilu begitu sangat besar, penggalangan serta sosialisasi pelaksanaan pemilu mereka lakukan lebih massif dibandingkan dengan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.