Sebuah gereja pertama kali dibangun di situs tersebut pada abad ke-4, namun sebagian besar bangunan yang ada berasal dari gereja abad ke-11. Gereja tersebut sebagian dibangun kembali 200 tahun kemudian pascagempa.
Dekrit Erdogan pada Jumat tidak menyebutkan kapan salat pertama akan digelar di Chora, atau perubahan apa yang akan dilakukan untuk karya seni Kristen di tempat tersebut.
Sementara itu, Pemerintah Yunani mengecam keras keputusan Erdogan tersebut. Seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (22/8/2020), Kementerian Luar Negeri Yunani menyebut keputusan itu sebagai “provokasi lain terhadap orang-orang beragama di manapun oleh pemerintah Turki”.
Baca Juga:PPN Bahan Baku Kertas Media Cetak Akan Ditanggung PemerintahKang Uu: Desa Wisata Juga Harus Jaga Lingkungan Hidup
Anggota parlemen partai oposisi HDP, Garo Paylan menyebut transformasi itu “memalukan bagi negara kita”. “Salah satu simbol identitas multikultural yang dalam dan sejarah multi-agama negara kita telah dikorbankan,” tulisnya di Twitter.
Sejarawan Kekaisaran Ottoman Zeynep Turkyilmaz menyebut perubahan itu “kehancuran” karena dinding bangunan dilapisi dengan karya seni Kristen yang harus ditutup atau diplester – seperti yang dilakukan oleh Ottoman.
“Tidak mungkin menyembunyikan lukisan dinding dan mozaik karena menghiasi seluruh bangunan,” kata sejarawan itu kepada AFP.
Dapat diketahui, gedung bersejarah Kariye yang berusia 1.000 tahun sangat mirip dengan Hagia Sophia, yang lebih besar dan lebih terkenal di Istanbul.
Museum Kariye merupakan Gereja Holy Saviour in Chora yang juga peninggalan masa keemasan Bizantium di abad pertengahan. Bangunan dihiasi dengan lukisan dinding Penghakiman Terakhir abad ke-14.
Gereja Holy Saviour in Chora diubah menjadi Masjid Kariye sekitar 50 tahun setelah penaklukan Konstantinopel oleh Turki Utsmani pada 1453.
Setelah Perang Dunia II, Masjid Kariye diubah menjadi Museum Kariye demi mendorong terciptanya republik baru sekuler dan menghilangkan jejak kekhalifahan Utsmani oleh Mustafa Kemal Attaturk. (der/fin)