Paguyuban Desak Pemkab Garut Usulkan Perubahan Status Gunung Guntur Jadi TWA

Epul Ketua Paguyuban Guntur Berkarya (Rizki/Radar Garut)
Epul Ketua Paguyuban Guntur Berkarya (Rizki/Radar Garut)
0 Komentar

GARUT – Paguyuban Guntur Berkarya mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut untuk segera mengusulkan kepada Kementerian terkait, untuk perubahan status Gunung Guntur menjadi Taman Wisata Alam (TWA).

Perubahan status ini dinilai penting untuk menjaga kelestarian lingkungan, dan menyelamatkan dari perusakan alam akibat penambangan pasir ilegal.

Sekrang ini status Gunung Guntur masih menjadi cagar alam. Menurut Epul Ketua Paguyuban Guntur Berkarya, dengan perubahan status ke TWA itu, mampu mencegah perusakan alam.

Baca Juga:Sebagian Jalan Prof. Anwar Musaddad Garut Belum Dibangun, Kondisinya Buruk SekaliKunjungan Wisatawan Naik, Dongkrak Penghasilan Pelaku Usaha Wisata di Gunung Guntur Garut

Epul menilai, Gunung Guntur memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata alam unggulan. Selama enam tahun terakhir, paguyuban ini telah berupaya mengedukasi masyarakat bahwa Gunung Guntur tidak hanya dikenal sebagai kawasan tambang pasir, tetapi juga memiliki kekayaan sumber daya alam yang layak dikembangkan sebagai wisata.

“Kami bermitra dengan BKSDA untuk memberikan contoh baik kepada masyarakat. Melalui wisata ini, kami ingin menunjukkan bahwa Gunung Guntur punya potensi lebih besar dari sekadar galian pasir. Jika statusnya berubah menjadi TWA, kolaborasi dengan pemerintah akan lebih maksimal untuk melestarikan lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian lokal,” ujarnya saat ditemui di posko pendakian, Sabtu (28/12).

Sementara yang menjadi kendala besar untuk pengembangan wisata itukata Epul, yaitu aktivitas galian pasir ilegal.

“Banyak warga yang beralih profesi dari pengusaha warung atau andong menjadi pekerja tambang pasir karena mereka merasa lebih menguntungkan. Tapi kan galian pasir ini merusak kawasan padahal kan bisa dilihat sendiri Guntur punya banyak potensi alamnya,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa masyarakat perlu diedukasi untuk memahami pentingnya menjaga lingkungan. Mereka mengambil keuntungan karena merasa kawasan masih ada tanah milik, dan menjadikan hasil alam seperti batu dan pasir dalam kawasan halaman mereka yang dijadikan komersil.

“Banyak warga yang benci sama saya karena merasa terganggu usahanya padahal jelas ilegal itu teh, saya mah bertahan aja sampai 6 tahun begini, Alhamdulillah ada perkembangan sedikit-sedikit buat sebagian masyarakat jadi pelaku usaha wisata kan warung, toilet, saung saung, mereka juga bisa pesen liwet makan disini sambil menikmati alamnya. Kalau statusnya sudah TWA kan ada hukumnya, kita bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, selain itu juga sampah dari penggali pasir kadang ada yang nakal katanya dari pendaki, dan ditimbun sama pasir begitu” tambahnya.

0 Komentar