Di sisi lain, letak geografis Indonesia yang berada di “Cincin Api” Pasifik membuat negara ini rentan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Aktivitas vulkanik ini sering memberikan dampak ekonomi yang besar, terutama untuk sektor pertanian, pariwisata, dan perikanan yang rentan terganggu dengan kondisi lingkungan. Maka dari itu, pemerintah sudah meningkatkan upaya mitigasi bencana dengan bangun infrastruktur yang tahan bencana, sistem peringatan dini, dan edukasi masyarakat soal kesiapan menghadapi bencana.
Posisi geografis yang strategis juga menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam perdagangan global. Indonesia bergabung di banyak organisasi ekonomi internasional seperti ASEAN, G20, dan APEC, yang membuat hubungan berdagang dengan negara lain semakin kuat. Di tahun 2021, perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) terus mendorong ekspor Indonesia ke negara-negara di Asia Tenggara, yang menjadi salah satu pasar utama untuk produk-produk Indonesia. Diversifikasi produk ekspor juga terus dilakukan agar Indonesia bisa bersaing di pasar internasional, seperti mengembangkan industri kreatif, produk tekstil, dan barang elektronik.
Ikut serta dalam perdagangan global membawa banyak manfaat, seperti menambah devisa negara dan membuka banyak lapangan kerja. Tapi, persaingan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand membuat Indonesia harus terus meningkatkan kualitas produk, infrastruktur, dan kebijakan perdagangan yang ramah untuk investor asing. Pemerintah juga sudah berusaha meningkatkan kemudahan berbisnis dengan reformasi regulasi, seperti penyederhanaan izin usaha dan memberi insentif pajak.
Baca Juga:Lapas Garut Lakukan Bersih-bersih Blok Hunian dan Cek Kesehatan, Sebagai Upaya Preventif Jaga LingkunganJika Syakur dan Putri Memimpin Garut, Begini Pesan Ketua MUI Garut
Urbanisasi menjadi fenomena lain yang terpengaruh oleh letak geografis strategis Indonesia. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan sudah menjadi tujuan utama untuk para pencari kerja dari daerah-daerah lain. Menurut data BPS, di tahun 2020, sekitar 56,7% penduduk Indonesia tinggal di kota-kota besar, naik dari 49,9% di tahun 2010. Urbanisasi ini, meskipun mendukung pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas, juga membawa masalah sosial seperti kemacetan, polusi, perumahan tidak layak, dan ketimpangan sosial.
Untuk mengatasi dampak negatif urbanisasi, pemerintah sudah meluncurkan berbagai inisiatif, seperti mengembangkan kota pintar (smart city) yang berbasis teknologi, serta membangun perumahan terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, program pembangunan daerah juga diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antara kota dan desa, dengan cara meningkatkan sektor-sektor ekonomi lokal di pedesaan, seperti pertanian organik, pariwisata desa, dan kerajinan tangan.