Tuturan itu dapat dikatakan santun tidak selalu berdasar hanya pada konteks sosiokultural antara penutur dan mitra tuturnya (misalnya jarak dan status sosietalnya), melainkan bergantung pada konteks lain yang sifatnya sangat situasional. Bisa saja tuturan “ttd suratnya” merupakan wujud komunikasi yang efektif dan berterima dari aspek norma dan etika kantor ketika tuturan itu diungkapkan dalam keadaan sibuk yang mengharuskan seorang bawahan merespons cepat menggunakan kalimat yang singkat dan padat, namun tetap informatif. Konsekuensinya, tuturannya berpotensi mengancam “wajah” atasannya. Wajah adalah atribut sosial yang terkait dengan citra diri seseorang dalam pandangan masyarakat (Goffman, 1967), sedangkan Brown dan Levinson (1987). Dalam komunikasi virtual seorang bawahan sepatutnya tetap menjaga nilai-nilai kesantunan agar tidak merusak “wajah” atasannya, baik di ruang publik maupun di ruang terbatas yang sifatnya lebih personal.
Contoh lain dari fenomena bahasa dalam komunikasi virtual dan formal antarindividu di ranah perkantoran adalah adanya perubahan pola interaksi antara atasan dan bawahan di kantor. Misalnya, seorang sekretaris merespons atasannya dengan tuturan: “Ok. Ada lagi?” bukannya “Baik, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi?” Tuturan ini mungkin sesuai dengan karakteristik komunikasi melalui pesan singkat dalam media sosial. Namun, bisa jadi dalam situasi formal untuk urusan pekerjaan, respons semacam ini akan mengancam “wajah” mitra tutur yang memiliki power ‘kuasa’ lebih tinggi dalam hierarki pekerjaan. Tentunya hal ini bertolak belakang dengan kultur organisasi yang umum, yaitu bawahan menghargai atasan dengan cara bersikap dan berbahasa lebih santun.
Terkait dengan megekspresikan emosi (kagum, sedih, marah, gembira, terkejut, dll.) dalam komunikasi daring Whatsapp, penggunaan emoji sangat membantu menggantikan ekspresi natural yang sebenarnya diinginkan untuk diekspresikan kepada mitra tutur. Seorang bawahan sebaiknya juga menggunakan gesture yang ramah, baik, dan sopan yang disimbolkan dalam emoji yang sudah disediakan dalam aplikasi Whatsapp. Dalam komunikasi tatap muka, seorang bawahan dituntut untuk harus mampu menahan emosi meskipun dalam melayani komplain pimpinan yang berlebihan.
Baca Juga:Harga Uang Koin Kuno Rp25 Ribu Gambar Sukarno Emisi 2001, Lewati Honor UMK Garut per Hari4 Cara Merawat Koin Kuno, Bisa Lebih Menarik dan Mahal Hingga Rp50 Miliar? Nomor 2 Gak Disangka
Dalam komunikasi virtual, seorang bawahan mungkin saja tidak memahami semua gestur yang disimbolkan menggunakan emoji yang disediakan dalam aplikasi tersebut. Ada kemungkinan tuturan teks sudah sesuai dengan pesan yang disampaikan, tetapi emoji yang digunakan tidak menunjukkan hal yang sama dengan kondisi gesture yang diinginkan. Emoji akan mendukung atau memperkuat implikasi pragmatik sebuah tuturan.