JAKARTA,6 tersangka tragedi Kanjuruhan tak puaskan Komnas HAM dalam berikan keadilan pada korban.
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 6 tersangka tragedi Kanjuruhan Malang masih kurang dalam memberikan rasa keadilan bagi para korban.
“Kami berharap itu bisa memberikan terangnya peristiwa dan menjadi daya dorong untuk memberikan rasa keadilan itu, siapapun pelakunya harus bertanggung jawab, bagi kami 6 tersangka tidak cukup,” terang Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam pada Rabu 2 November 2022.
Baca Juga:Banyak Pedagang Tahu Tempe di Bayongbong yang Mogok JualanKronologis Oknum Perawat dan Bidan Mesum di Puskesmas Kaliwedi Cirebon, Ternyata
Hingga saat ini sebanyak 6 tersangka tragedi Kanjuruhan di antaranya adalah Direktur Utama LIB Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Officer Steward Suko Sutrisno.
Ketiganya disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tiga tersangka lainnya dari unsur kepolisian, yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman.
Mereka melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menyebut Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) melanggar regulasinya dan regulasi FIFA.
Anam mengatakan pelanggaran itu merujuk pada perjanjian kerja sama (PKS) yang diinisiasi PSSI dengan Polri dibuat pada Juli 2021.
“PKS sendiri diinisiasi oleh PSSI sendiri, sehingga PSSI melanggar aturannya sendiri,” katanya saat konferensi pers di kantornya, Rabu 2 November 2022.
Baca Juga:Waduh Parah, Oknum Bidan dan Perawat Honorer Diduga Mesum di Puskesmas Kaliwedi CirebonPahlawan Inklusi Keuangan, Layanan BRI Jangkau Kawasan 3T
Dalam PKS itu, PSSI disebutkan tidak membahas secara mendetail sejumlah larangan dari regulasinya sendiri dan FIFA, termasuk larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Dengan PKS tersebut, PSSI secara tidak langsung menyerahkan regulasi pengamanan pertandingan ke kepolisian.
Hal itu kemudian menjadi pintu masuknya kepolisian ke dalam stadion, termasuk perangkat keamanannya gas air mata.
“Bahkan menyerahkan proses pengamanannya kepada kepolisian. Makanya turunannya yang namanya perangkat keamanan dan sebagainya itu, harusnya tanggung jawab security officer, namun menjadi tanggung jawabnya kepolisian,” ungkapnya.
“Nah ini memang secara problem serius. Itu menjadi cikal bakal kenapa ada Brimob masuk, membawa gas air mata, membawa kendaraan Barakuda di situ, Sabara dan sebagainya,” tambahnya.