”Tadi siapa yang menelepon pengacaranya?” tanya Bang Eel.
”Ferdy,” kataku. Tapi tak mungkin karena telepon itu mereka tahu apa judul headline kami besok. Pasti ada yang membocorkan. Mereka bahkan dapat kiriman fotonya, Bang Eel menunjukkan ke saya.
”Ini siapa yang kirim ke mereka?” tanyaku.
”Nggak pentinglah siapa. Ini gimana sikap kita? Kita terima tawaran mereka ini?”
”Bang, besok itu hari pertama kita jual dengan harga banderol eceran baru. Kalau headline diganti, saya tak tahu apa ada yang lebih kuat, dan pasti koran telat beredar besok, hancur pasar kita. Agen-agen sudah tahu makanya mereka naikin orderan,” kataku.
Baca Juga:Jebolan Deportivo Ungkap Target Jelang Curacao vs Timnas Indonesia di FIFA MatchdayHindari Minum Teh Saat Haid, Bisa Bikin Suasana Hati Memburuk
”Jadi kau tak setuju? Kita tolak aja? Soal ganti headline kan kita sudah pernah juga sebelumnya.”
”Memang pernah, tapi bukan karena tekanan dan berbau sensor kayak gini, Bang. Kita harus menolak. Merepotkan anak-anak percetakan. Kita harus manggil anak-anak desain, ganti pelat lagi, itu yang sudah tercetak lima ribuan dibuang? Repot, Bang!”
Bukan kerepotan itu yang terutama saya hindari tapi integritas yang terbeli. Sekali orang tahu berapa harga diri media kami, orang akan mudah mengukur berapa harus menawar sikap kami. Dan selamanya kami akan tergadai. Berita pembunuhan Putri ini belum selesai. Saya merasa ada tugas untuk mengawal kasusnya sampai pada vonis pengadilan.
Saya bertahan di percetakan sampai koran selesai dicetak. Ada kelegaan luar biasa melihat bagaimana koran-koran dikemas, dibungkus, diikat sebundel-sebundel, lalu dibagi-bagi sesuai orderan agen. Hari itu orderan dari agen naik hampir 20 persen. Hendra juga usul tambah oplah untuk promosi.
Tim pemasaran sedang garap pasar pelanggan di beberapa perumahan baru. Pulang dari percetakan saya tertidur sangat lelap. Mungkin karena terlalu capek dan puas rasanya karena saya merasa telah ambil keputusan yang benar, yang tak melawan hati nurani saya. Mungkin juga karena saya esok janji bertemu Inayah.
Orang tua Inayah datang lebih cepat ke Borgam.
”Katanya bulan depan?” tanyaku ketika Inayah mengabarkan rencana itu.
”Tahu tuh, tiba-tiba aja pengin datang lebih cepat. Bulan depan kelamaan katanya,” kata Inayah.