JAKARTA, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai, pemerintah saati ini membuat keisruh di tengah masyarat dengan wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Mulyanto mengatakan, pejabat pemerintah yang menyampaikan wacana kenaikan harga BBM memberikan data yang berbeda-beda. Mulai dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi hingga para menterinya.
Menurut Mulyanto, pemerintah harus jujur menyampaikan besaran harga keekonomian BBM yang beredar di masyarakat dan tidak mengada-ada.
Baca Juga:Kata Susi Pudjiastuti Terkait Warganet Soroti Dana Pensiunan DPR Bebani NegaraEks Kasum TNI Ungkap Komentar Tak Terduga Soroti Harta Kekayaan Rektor UI Tembus Rp62 Miliar
Sebab semakin banyak info yang berbeda membuat masyarakat semakin tidak percaya pada penjelasan Pemerintah.
“Terkait harga keekonomian BBM Pemerintah jujur saja dengan rakyat. Jangan ada yang ditutup-tutupi agar rakyat tidak bingung,” kata Mulyanto.
Mulyanto menyarankan Pemerintah membatasi pihak yang boleh membicarakan rencana kenaikan BBM ini.
Tunjuk satu menteri yang berwenang dan kompeten menjelaskan masalah ini ke masyarakat. Dengan demikian data yang dirilis Pemerintah tidak beda-beda.
“Jangan seperti sekarang, setiap menteri dengan gampangnya menyampaikan data terkait rencana kenaikan harga BBM. Data yang dikeluarkan satu menteri dengan menteri lain berbeda. Akibatnya masyarakat jadi bingung mau percaya pada data yang mana,” ujar Mulyanto.
Seperti diketahui Pemerintah mewacanakan akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun hingga kini belum diketahui besaran angka kenaikan tersebut, termasuk juga harga keekonomian BBM bersubsidi.
Data yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, terkait harga keekonomian Pertalite dan Solar berbeda-beda.
Baca Juga:Orang Demokrat Bilang Pilpres 2024 Hampir Pasti Tidak Adil Jika Jokowi Ikut Cawe-CaweBRI Liga 1 2022/2023 Arema FC vs Persija Jakarta: Singo Edan Kalah 0-1 Dari Macan Kemayoran
Semestinya tugaskan BPK untuk menghitung HPP (harga pokok produksi) solar dan pertalite ini agar clear dan akurat.
Mulyanto juga menyoroti besaran subsidi BBM yang disampaikan Pemerintah.
Menurutnya, data besaran subsidi yang disampaikan Presiden kurang tepat. Angka APBN perubahan yang sebesar 502 triliun rupiah bukan hanya untuk subsidi BBM, tetapi untuk pembayaran subsidi dan kompensasi baik untuk BBM, gas LPG 3 kilogram, serta listrik.
Termasuk dalam angka itu juga utang dana kompensasi Pemerintah untuk tahun 2021.
“Jadi statemen yang ‘lebay’ kalau angka 502 triliun rupiah itu disebut hanya untuk subsidi BBM di tahun 2022,” katanya.