JAKARTA – Ustadz Adi Hidayat (UAH) membalas pernyataan Gus Miftah soal pertanyaan apakah rendang mempunyai agama.
UAH meminta Gus Miftah tidak mengecilkan hal apapun, terlebih jika sudah menyangkut maslaah tradisi.
Olahan rendang disebut UAH sudah benar-benar masuk ke dalam tradisi masyarakat Minangkabau.
Baca Juga:Kaki Jemaah Haji Indonesia Melepuh Injak Lantai Masjid NabawiSitu Bagendit Milik Semua Warga Garut, Jangan Buang Sampah Sembarangan
Video balasan UAH untuk pernyataan Gus Miftah soal rendang babi tersebar luas di media sosial.
“Jangan pernah mengecilkan apapun apalagi bila sudah menjadi tradisi,” ucap UAH.
Menjawab pertanyaan Gus Miftah, UAH menilai rendang mempunyai agama sejak batik, calung hingga angklun berkewarganegaraan.
“Ada pertanyaan sejak kapan rendang itu punya agama, apa jawabannya? Sejak batik, calung, dan angklung punya kewarganegaraan. Paham jawaannya?” tutur UAH.
UAH memberikan analogi, sama saja halnya orang Indonesia akan marah apabila ada budaya asli diklaim oleh negara lain.
Pasti masyarakat Indonesia akan marah apabila negara lain mengklaim budaya asli Indonesia, begitu juga dengan persoalan rendang ini.
“Kalau batik diklaim sama Malaysia mau tidak? Tidak, orang Indonesia akan mengatakan batik itu budaya Indonesia,” ujar Gus Miftah.
Baca Juga:Ada Pemandangan Situ Cangkuang, Palalangon Jadi Lokasi SelfieGus Miftah Tanya Sejak Kapan Rendang Punya Agama, UAH Komentari: Pertanyaan Kurang kerjaan
“Sudah melekat. Calung, angklung itu budaya Indonesia melekat ke Indonesiaannya, maka dari itu tidak ingin diklaim oleh negara-negara lain,” tambahnya.
Menurut UAH, pertanyaan Gus Miftah soal rendang punya agama atau tidak merupakan suatu pertanyaan yang tidak memiliki arti.
“Pertanyaannya sejak kapan batik punya kewarganegaraan? Kan sama saja. Artinya itu pertanyaan yang tidak berfaedah, kenapa? karena itu (rendang) sudah menjadi budaya yang melekat,” paparnya
Bahkan UAH menyebut, makanan bisa saja menjadi sebuah hukum atas dasar yang ada di suatu wilayah.
Apabila makanan yang sudah menjadi hukum memiliki perbedaan tertentu, maka hasilnya akan menimbulkan suatu penyimpangan.
“Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan al adatu muhakkamah kalau sudah melekat, sudah baik dikenal dengan itu, maka jadi hukum. Kalau sudah jadi hukum, maka dikenal oleh masyarakat, kalau berbeda dengan itu, maka akan ada sesuatu yang nyeleneh menyimpang,” terang UAH.
“Rendang itu prodak masyarakat Minang, budaya di Minang falsafahnya berbunyi adat bersanding sara, sara bersanding kitabullah, karena itu yang keluar dari Minang melekat dengan syariat walaupun prodak makanan,” ucapnya menambahkan.