JAKARTA – Politisi PDI-Perjuangan Rahmad Handoyo tampak geram dengan tudingan Amerika Serikat (AS). Itu terkait Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang menyebut aplikasi Peduli Lindungi melanggar HAM.
Anak buah Megawati itu meminta AS untuk tidak melemparkan isu miring tentang peduli lindungi yang akan membuat suasana gaduh.
“AS seharusnya belajar ke Indonesia bagaimana mengendalikan Covid-19, jangan malah buat pernyataan tendensius,” kata Rahmad kepada Pojoksatu, Sabtu (16/4).
Baca Juga:Waduh! Sampah Plastik Sudah Menyebar di Samudera ArktikTerapkan Strategi Berkelanjutan, BRI Jadi Bank Terbaik dalam ESG IDX Leader
Anggota Komisi IX DPR RI itu juga menanyakan motif AS menyatakan aplikasi Peduli Lindungi langgar HAM.
“Sebagai negara yang berdaulat, kita pantas mempertanyakan apa motivasi Amerika merilis isu pelanggaran HAM ini.
Rahmad meminta AS untuk menarik peryataannya tersebut.
“Amerika harus dikoreksi, Kemenlu AS jangan semena-mena menilai suatu negara hanya berdasarkan laporan LSM,” ujarnya.
Menurutnya, semestinya AS, lewat kedutaan yang ada di Indonesia bisa bertanya langsung kepada pemerintah apa dan bagaimana sistem Peduli lindungi itu.
“Sebelum laporan tersebut dirilis, seyogianya terlebih dahulu ada klarifikasi kepada pemerintah,” ucapnya
“Sekali lagi, jangan dong menjustifikasi laporan LSM untuk menyatakan bahwa indonesia melanggar HAM. Sangat tidak fair,” pungkas Rahmad.
Sebelumnya, dalam laporan berjudul “Indonesia 2021 Human Rights Report”
Itu yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS),
Disebutkan ada indikasi aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran HAM.
Disebutkan PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang.
Baca Juga:Diduga Bunuh Diri, Ibu Beserta 2 Anak Tewas di RumahnyaTata Cara Tayamum yang Baik dan Benar di Kendaraan saat Mudik
Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut. (pojoksatu-red/je)