Saya pun minta diantar ke mal itu. Tapi turun dulu ke lantai di bawah roof top tadi. Ke lantai 18. Lantai bawahnya ini ternyata juga tidak berdinding. Ada kolam renang istimewa di situ: kolam renang kaca. Semua yang berenang bisa terlihat dari samping.
Ternyata ada alasan mengapa Hasan ikut tender renovasi Karebosi. Ia punya Makassar Trade Center di sebelah Karebosi. Dari Trade Center ini bisa langsung terhubung dengan lantai bawah tanah Karebosi.
Ternyata ini bukan mal. Ini shopping center. Tidak cukup plaza dan lantai publik di bawah tanah ini. Mungkin mengejar hitungan bisnis.
Baca Juga:Oknum Kepala Sekolah di Garut Manipulasi Dapodik, Ada yang Berurusan dengan HukumBRI Perkuat Penyaluran KUR, 60 Persen Dialokasikan untuk Sektor Produktif
Tapi lantai parkir bawah tanahnya luas sekali. Lapang sekali. Saya membayangkan alangkah bagusnya kalau di bawah Monas Jakarta juga dibuat lapangan parkir raksasa.
Dua tahun terakhir mal Karebosi ini senasib dengan mall di mana pun: sepi. Akibat pandemi. Tapi yang milik Hasan ini lebih berat: izin hak penggunaan lahannya (HPL) belum keluar. Sudah 10 tahun menunggu. Nasib pengusaha ternyata tidak selalu untung.
Pak Hasan ini lahir di Seram Timur. Ia ikut ayah pindah ke Makassar. Lalu disekolahkan ke Jakarta. Di Jakarta itu ia mulai bisnis: jualan celana dalam dan BH. Bikinannya sendiri. Zaman itu, cerita Hasan, lapisan di dalam BH terbuat dari karton, yang kalau dicuci penyok-penyok.
Hasan akhirnya jadi pengusaha besar. Di Makassar ia sejajar dengan Wilianto Tanta, pemilik Claro Hotel yang sangat besar —yang hampir pasti terpilih sebagai Ketua Umum PSMTI yang baru di Munas hari ini. Nama dua orang ini masuk dalam buku 100 orang penting Makassar.
Karebosi sekarang memang jadi taman dengan pepohonan yang hijau. “Saya dapat 1.000 pohon trembesi dari Pak Jenderal Donny Monardo,” kata Hasan.
Ada lapangan voli, tenis, softball, skating, dan 4 lapangan sepak bola di lantai atas Karebosi.
Lalu ada kerugian lebih Rp 100 miliar di bawahnya. (Dahlan Iskan)