GARUT– Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengingatkan radikalisme dan bom bunuh diri yang melibatkan generasi millenial. Menurut Basarah, anak muda gampang dipengaruhi untuk melancarkan gerakan Radikalisme dan aksi bom bunuh diri, karena umumnya mereka memiliki jiwa militan yang sangat kuat.
Kepada anak-anak muda itu ditanamkan keyakinan bahwa semua yang dari barat adalah kafir dan thogut, termasuk masalah demokrasi dan Pancasila. Akibatnya banyak anak muda yang terpengaruh dan larut dalam aksi radikalisme.
Menurutnya, generasi millenial kerap mencari-cari ideologi dan dasar negara yang dipakai di negara lain. Meski belum tentu sesuai dengan Indonesia. Kondisi ini semakin rumit, karena generasi muda lebih percaya kepada media sosial, daripada media massa konvensional.
Baca Juga:Sekretariat PPKD Gunakan Rumah PerangkatBupati Ciamis Minta Warganya Jangan Mudik Dulu
Terbukti tingkat kepercayaan masyarakat kepada medsos mencapai 20,3 persen. Angka ini lebih besar daripada kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang dikeluarkan secara resmi oleh website lembaga pemerintah hanya 15,3 persen.
Ia memaparkan, maraknya aksi radikalisme dan bom bunuh diri, itu terlihat jelas dalam kurun 2000-2020. Selama itu tercatat 553 serangan terror di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Artinya, rata-rata setiap bulan terjadi dua kali aksi teror dalam dua puluh tahun terakhir. Dari jumlah tersebut beberapa pelakunya tergolong masih muda.
Seperti Nana Ikhwan Maulana (20 tahun) pelaku bom bunuh diri di hotel Ritz-Carlton tahun 2009, Dani Dwi Permana (18 tahun) pelaku bom bunuh diri di hotel JW Marriott pada 2009, Sultan Ajiansyah (22 tahun) penyerang pos lalu lintas cikokol-tangerang, pada 2016, Rabbial Muslim Nasution (24 tahun) pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan pada 2019, Lukman (26 tahun) pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan Zakiah Aini (26 tahun) pelaku teror di Mabes Polri pada 2021.
“Menurut Ali Imron, pelaku Bom Bali, dalam sebuah diskusi, untuk mengubah seseorang menjadi teroris sangat mudah hanya butuh waktu dua jam. Sementara untuk mengeluarkannya dari kelompok radikalisme itu butuh waktu yang sangat lama. Inilah salah satu alasan mengapa banyak generasi millenial terpapar radikalisme,” katanya, Senin (26/4). (khf/fin)