RADAR GARUT, KOTA TASIK – 2 Siswi SMP warga Kota Tasik digilir oleh anak punk hingga hamil. Keduanya diketahui karena masuk dalam geng anak punk tersebut.
Pada hari Kamis (26/11), kedua orang tua anak perempuan di bawah umur itu melapor ke Polresta Tasikmalaya terkait peristiwa yang menimpa kedua anak mereka.
Kedua orang tua itu, didampingi tokoh masyarakat yang juga anggota Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Indihiang, untuk membuat laporan polisi.
Baca Juga:Oknum ASN Bapenda Garut Ditetapkan Sebagai TersangkaTemuan BPJS Program Kartu Prakerja Meleset
Pendamping orang tua korban, Didin Jaenudin mengatakan, kedatangannya ke Mapolresta untuk melaporkan dugaan perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh sekelompok anak punk terhadap anak perempuan di bawah umur.
Korban yang berusia 14 tahun ini diperkosa oleh beberapa orang anak punk.
“Salah satu korban saat ini sedang hamil 2 bulan lebih dan sudah diperiksakan ke bidan,” ujar Didin kepada Radar Tasikmalaya (Radar Garut Group), Jumat (27/11) sore.
Dia menceritakan, korban ini kali pertama disetububi di sekitar terminal indihiang. Sebelum disetubuhi korban dicekok minuman keras kemudian disetubuhi secara bergiliran oleh kawanan anggota geng punk.
“Jadi korban ini dicekoki minuman terlebih dahulu kemudian disetubuhi. Pengakuan korban sih sekitar 22 kali dan rata-rata dilakukan di terminal,” terangnya.
Ia menuturkan, korban ini memang masuk komunitas anak punk dan sudah bergabung selama 2 tahun lebih. Ia diajak oleh temannya yang telah duluan masuk ke kelompok itu. Dari pengakuan korban, hampir semua anak perempuan yang ikut kelompok punk itu rata-rata sudah disetubuhi.
“Jadi motonya itu kalau perempuan harus siap hamil dan laki-laki itu harus siap mati,” terang Didin.
Baca Juga:Intervensi Kesehatan HRS, Tim Medis MER-C Anggap Bima Arya Tidak Punya EtikaDua Gadis Belia di Kota Tasik, Disetubuhi Oleh Anak Punk Hingga Hamil
Ia menyebut, selama bergabung di komunitas punk tersebut, korban ini diajak bepergian ke luar daerah seperti Bandung dan Surabaya, bahkan hingga ke pulau Bali.
“Korban ini bukannya tidak pulang ke rumah, tetapi suka diajak oleh teman komunitasnya dan tidak pulang sampai satu bulan lebih,” bebernya.
Dia menambahkan, kasus ini sudah dilaporkan juga ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya.Korban bukannya tidak ingin keluar dari kelompok itu, tetapi ada ancaman berupa kekerasan fisik seperti digesper dengan menggunakan gir motor.