Fenomena “Silent Majority” di Media Sosial Pasca Quick Count Pemilu 2024

Fenomena \"Silent Majority\" di Media Sosial Pasca Quick Count Pemilu 2024
Fenomena \"Silent Majority\" di Media Sosial Pasca Quick Count Pemilu 2024
0 Komentar

RADAR GARUT- Fenomena “Silent Majority” di Media Sosial Pasca Quick Count Pemilu 2024, simak selengkapnya didalam artikel ini ya.

Setelah hasil perhitungan cepat (quick count) Pemilu 2024 diumumkan, muncul istilah “silent majority” yang viral di media sosial.

Quick count, yang merupakan hasil sementara, memunculkan perbincangan di platform media sosial, khususnya di Twitter.

Baca Juga:Film Ali Topan, Adaptasi Terbaru dari Novel Teguh Esha, Tayang Hari ini di Bioskop IndonesiaAsnawi Mangkualam Bahar Debut Manis Bersama Port FC: Berperan Penting dalam Kemenangan Melawan Muangthong Unit

Di Twitter, warganet turut membahas pengguna yang dianggap diam selama momen kampanye. Beberapa akun, seperti @unmagnetism, @cubitisme, dan @romeogadungan, mengekspresikan keheranan mereka terhadap tiba-tiba munculnya banyak pendukung salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) setelah quick count.

“Lalu apa artinya silent majority (suara mayoritas yang diam)? Umumnya mayoritas yang diam diartikan sebagai sekelompok besar orang yang tidak mengungkapkan pendapatnya di depan umum,” tulis seorang pengguna Twitter.

Mayoritas yang diam ini mengacu pada sebagian besar masyarakat yang tidak terlibat aktif dalam politik dan merasa kepentingannya tidak terwakili. Politisi sering kali juga mencoba untuk menarik sebuah demografi ini untuk bisa mendapatkan suara.

Dalam konteks Pemilu, biasanya ada kelompok fanatik, pendukung asik-asik, swing voter hingga I. Mayoritas yang diam juga kerap diartikan sebagai demografi pemilih yang cukup kuat.

Politisi yang mampu untuk menarik mayoritas yang diam akan dapat memenangkan pemilu dan juga lebih mudah untuk bisa menyetujui sebuah kebijakan mereka.

Sejarah istilah “silent majority” sendiri dipopulerkan oleh Presiden AS Richard Nixon pada tahun 1969.

Nixon menggunakannya untuk merujuk pada orang-orang Amerika yang tidak bergabung dalam demonstrasi besar-besaran menentang Perang Vietnam pada saat itu, dan tidak berpartisipasi dalam wacana publik.

Baca Juga:Masuk Indo Auto Laris! Review Redmi A3, HP Murah dengan Desain Premium Dilapisi Kulit, Hanya Rp 1 JutaanAl Nassr Menang 1-0 atas Al Feiha di Babak 16 Besar Liga Champions Asia

Istilah ini juga digunakan pada tahun 1919 oleh kampanye Calvin Coolidge untuk nominasi presiden tahun 1920, serta digunakan sebelum dan sesudah Nixon untuk merujuk pada kelompok pemilih di berbagai negara di dunia.

0 Komentar