GARUT – Kepemilikan tanah yang berada di blok Panyambungan Kelurahan Pananjung Kecamatan Tarogong Kaler dipersoalkan warga. Diantaranya Osa Santosa yang menunjuk kuasa hukum Hanung Prabowo untuk mempertanyakan kejelasan status tanah yang diklaim juga dimilikinya.
Hanung mengungkapkan, kliennya yakni Osa Santosa telah membeli bidang-bidang tanah di blok Panyambungan Kelurahan Pananjung Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut pada sekitar tahun 1997/1998, kurang lebih seluas 6 hektare.
Kemudian kata Hanung, pihak kliennya menyerahkan bukti surat-surat kepemilikan tanah itu ke kantor BPN Garut dengan tujuan untuk dibuatkan dan diterbitkan sertifikat induk yang merupakan penggabungan dari bidang-bidang tanah yang telah dibelinya itu. Sehingga pada tahun 1998 terbit SHM nomor 264 seluas 4,5 hektare. Setelah itu di tahun yang sama diserahkan kembali sertifikat tersebut ke Kantor BPN Garut dengan tujuan untuk kepentingan splitsing
Baca Juga:Tarik Perhatian Warga, Pedagang di SOR Kerkof Bagikan Doorprize Kepada PengunjungLuqi Saadilah Farindani Nahkodai DKC Garda Bangsa Garut
“Pada rentang waktu tahun 2016/2017 klien kami menanyakan ke kantor BPN Garut terkait dengan sisa tanah yang belum termasuk di dalam SHM no 264 dan proses splitsing, namun tidak pernah mendapatkan kejelasan dan keterangan yang resmi dari kantor BPN,” katanya.
Namun anehnya kata Hanung, pada pertengahan tahun 2018 tiba-tiba ada seorang pegawai kantor BPN Garut menemui kliennya dan memberitahu bahwa SHM nomor 264 tersebut hilang dan tidak berada di kantor BPN Garut.
Lanjutnya, setelah melalui proses pencarian dokumen yang panjang, pada tahun 2020 bapak Osa Santosa menemukan sertifikatnya kembali, namun berada di pihak lain.
“Setelah ditemukan untuk selanjutnya sertifikat tersebut diserahkan kembali ke kantor BPN Garut karena bapak Osa Santosa merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu proses splitsing sertifikat Kepada pembeli tanah yang termasuk di dalam SHM 264 milikinya tersebut.
Setelah itu kata Hanung, kantor BPN Garut masih terkesan acuh terhadap masalah tersebut, dampaknya proses splitsing dan kejelasan status sisa luas tanah dari SHM nomor 264 tetap tidak jelas sampai saat ini.
Bahkan Hanung menambahkan, kejadian tersebut nampaknya dimanfaatkan oleh sebagian okun tidak bertanggung jawab sehingga bermunculan akta jual beli yang tidak sah dan diduga bodong yang diterbitkan oleh PPAT-S Kecamatan Tarogong Kaler.