Tantangan Memajukan dan Pemerataan Akses Pendidikan di Era Digital

Tantangan Memajukan dan Pemerataan Akses Pendidikan di Era Digital
Teti Sumiati, S.Pd.SD Mhasiswi Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya.-Foto:dokradartasik.disway.id/dokteti-
0 Komentar

RADARGARUT.COM – Saat ini kita dunia mengalami perubahan yang begitu pesat, perubahan ke arah modern ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Di dunia pendidikan, dengan adanya perkembangan teknologi tentu saja berdampak pada perubahan pola mengajar. Hal ini menjadi tantangan untuk dapat memajukan dan melakukan pemerataan akses pendidikan di era digital.

Namun di daerah terpencil dampak dari kemajuan tersebut belum dapat dirasakan, mengajar di daerah terpencil dan jauh dari jangkauan masyarakat perkotaan tentu tidak mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh guru, selain sarana prasarana yang serba minim, juga akses menuju sekolah yang penuh tantangan jalan yang bergelombang, tanah yang licin, dan berbatu seperti sungai yang kering ditambah dengan jalan yang rawan longsor.

Sesekali kalau hujan lebat terjadi longsor yang menutupi badan jalan, sehingga tidak bisa dilalui dan harus berjalan kaki selama 40 menit dari desa ke sekolah agar bisa sampai menuju sekolah tempat mengajar. Karena ditugaskan di sekolah desa terpencil dengan fasilitas serba terbatas dan infrastruktur tidak memadai.

Baca Juga:Hasil Klasemen Liga Champions 2022/2023 Matchday 6: Dortmund Seri, Juventus Tumbang dari PSG5 Cara Mendapatkan Set Top Box Gratis dari Kominfo, Ayo Cek di Sini

Duka yang saya rasakan sangat terasa pada waktu pandemic Covid-19, dimana proses belajar mengajar dilaksanakan dalam jaringan (daring). Tidak ada jaringan telpon ataupun internet. Akses jalan pun tidak memadai. Kondisi tersebut membuat guru kesulitan ketika akan melakukan proses pembelajaran dalam jaringan (daring).

Di daerah tempat saya mengajar sangat susah sinyal tidak ada jaringan internet. Kalaupun ada, kita harus ke atas bukit atau ke tempat-tempat tertentu, itupun hanya untuk nelpon saja. Jika untuk online atau mengirim pesan whatsapp tidak bisa. Selain itu, kendala kedua sarana-sarana di sekolah sangat kurang seperti laptop. Ketiga, anak-anak di sana pun hampir 80% tidak mempunyai HP android.

Untuk melaksanakan pembelajaran secara luring, solusi yang dilakukan guru yaitu membuat kelompok-kelompok kecil dengan mengumpulkan maksimal 5 orang anak untuk diajar. Segala keterbatasan yang ada ditambah wabah Covid-19 tidak serta-merta menyurutkan semangat saya dan guru lainnya untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Indonesia yang membutuhkan. Saya berharap pendidikan di Indonesia bisa lebih baik dan setara.

0 Komentar