Potret Komunikasi Politik Uang dalam Strategi Pemenangan Kandidat di Pemilu

Muhamad Erfan
Muhamad Erfan/Penulis
0 Komentar

 

Mengutip hasil penelitian Ahli Komunikasi Politik, Burhanudin Muhtadi dengan judul Politik uang dan new normal dalam pemilu paska-Orde Baru  menunjukan bahwa proporsi pemilih yang berpartisipasi dalam jual beli suara di Indonesia pada pemilu 2019 berkisar antara 19,4% hingga 33,1%. Kisaran ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan standar internasional, dan tingkat pembelian suara di Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia. (sumber)

 

Seolah menjadi ritual khusus untuk pemenangan, Komunikasi Politik Uang”juga tidak hanya terjadi pada Pemilu 2024 saja, melainkan sering terjadi pada Pemilu sebelumnya dan bahkan sampai ke Pemilihan di tingkat Kepala Desa (Pilkades).

 

Mengutip Siti Faiqotul Mu’awanah dalam JISAB: The Journal of Islamic Communication and Broadcasting dengan judul “Money Politic sebagai Strategi Komunikasi para Cakades dalam Memenangkan Pemilihan Kepal Desa, dimana praktik politik dilakukan oleh kandidat calon dan tim suksesnya. Dengan cara door to door dan aktif dalam acara-acara keagamaan, diselipkan amplop berisi dengan pernaik-pernik branding politik, bedanya ini dilakukan di tahun politik dengan ujung-ujungnya minta dukungan.

 

Baca Juga:5 Cara Menyehatkan Rambut Gratis, Efektif, Tanpa Ribet dan Manjur, Uban Menghilang di Usia MudaNonton Youtube Bisa Cuan Saldo DANA Rp30 Ribu dengan Aplikasi Penghasil Uang

Lantas, bagaimana kondisi hari ini? saya kira jika melihat situasi dan kondisi sebagaimana ramai pemberitaan di media mengenai laporan politik uang, caleg stres karena habis banyak uang tapi uara tidak ada, dan kasus lainnya yang berkaitan politik uang belum diketahui di permukaan, mungkin belum jauh berbeda kondisinya pada tahun 2024 ini dengan kondisi Pemilu 2019 lalu.

 

Saya teringat semasa liputan sebagai wartawan lapangan beberapa tahun lalu ketika melakukan liputan isu-isu kampanye politik, ada politisi yang curhat dalam off the record jika berkunjung ke masyarakat lantas menyampaikan visi-misi kemudian setelahnya dia pulang tanpa beri “amplop”, maka visi-misi yang dia sampaikan ke masyarakat diibaratkan angin lalu yang tidak berarti apa-apa.

 

Tapi jika sebaliknya, apapun yang dikatakan politisi kepada ‘sebagian’ rakyatnya (yang pragmatis) selama itu ada amplop, maka janji neraka pun serasa surga, istilah beberapa orang melihat kondisi mengenai krisis literasi politik kita saat ini.

0 Komentar