Pertamina Fokus Garap Energi Hijau

Pertamina Fokus Garap Energi Hijau
Foto : Iwan Tri wahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK : Raker Pertamina dengan Komisi VI DPR RI sempat diskors : Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (18/7/2019). Ketidakhadiran Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI jadi persoalan serius. Undangan untuk menghadiri rapat sudah dilayangkan tiga minggu sebelumnya. Tapi, Dirut Pertamina lebih memilih menghadiri pertemuan dengan mitra bisnisnya. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah sangat kecewa dengan ketidakhadiran Dirut Pertamina. Bahkan, Inas menilai ketidakhadiran Dirut Pertamina adalah bentuk penghinaan terhadap DPR RI, bukan lagi pelecehan. Pertamina sendiri dalam rapat itu diwakili oleh Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Heru Setiawan. Rapat sampai diskors karena Dirut Pertamina tak hadir.
0 Komentar

GARUT, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) terus mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan Grand Strategi Energi Nasional untuk transformasi energi dan memperkuat green economy, green technology dan green product.

Upaya Pertamina itu diwujudkan dengan memprioritaskan berbagai program transisi energi menuju energi baru dan terbarukan, melalui memanfaatkan sumber energi yang melimpah serta mengoptimalkan infrastruktur dari bisnis yang ada.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/5). Menurut Nicke, Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan untuk mengatasi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit) akibat masih tingginya impor energi.

Baca Juga:TKA China Masuk, Kemenaker Harus TransparanGiliran Paris Hilton Dukung Palestina

Di sisi lain, Indonesia sebenarnya mempunyai sumber daya domestik besar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi. Untuk menjembatani kondisi tersebut, Pertamina telah memiliki 3 (tiga) program prioritas sebagai bagian dari implementasi transisi energi sekaligus ekonomi hijau.

Pertama, program penurunan impor BBM jenis Solar, melalui implementasi Biodiesel B20 sejak sejak tahun 2016 dan dilanjutkan dengan B30 pada 2019. “Dengan program ini, Pertamina telah berhasil mengurangi impor solar secara signifikan. Bahkan mulai April 2019, Pertamina sudah tidak lagi mengimpor BBM jenis solar,” jelas Nicke.

Kedua, lanjut Nicke, untuk pengurangan ketergantungan pada impor LPG, Pertamina menjalankan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang akan menggantikan penggunaan LPG di dalam negeri.

“Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan batu bara terbesar berpeluang baik untuk melakukan gasifikasi batu bara menjadi DME. Kami yakin dengan pengembangan DME ini dapat mencapai target pemerintah untuk bebas impor LPG pada tahun 2027,” imbuhnya.

Nicke melanjutkan bahwa program ketiga yaitu penurunan impor BBM jenis Gasoline, Pertamina akan mencampur Methanol dan Ethanol dengan Gasoline. Methanol dapat diproduksi dari natural gas ataupun gasifikasi batu bara, dan Ethanol pun dapat diproduksi dari gasifikasi batu bara ataupun sumber bio-etanol lainnya.

Untuk menjamin keberlangsungan dari lini bisnis yang ada dan mengatasi isu lingkungan dari gasifikasi batu bara ini, tambah Nicke, secara bersamaan Pertamina juga menerapkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menekan emisi karbon dan sebagai bagian dari upaya Enhance Oil and Gas Recovery di sumur-sumur Pertamina untuk meningkatkan produksi migas negara.

0 Komentar