Pemprov Jabar Terus Awasi Kasus Perdagangan Orang, Begini Kata Ridwan Kamil

Pemprov Jabar Terus Awasi Kasus Perdagangan Orang, Begini Kata Ridwan Kamil
0 Komentar

GARUT – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) mencatat kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jabar dalam kurun waktu tahun 2015-2021 sebanyak 162 kasus.

Diantaranya yakni sebanyak 29 kasus (2015), 30 kasus (2016), 51 kasus (2017), 17 kasus (2018), 13 kasus (2019), 10 kasus (2020) dan 12 kasus (sampai Maret 2021).
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, saat ini Pemprov Jabar membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO sebagai task force atau lembaga koordinatif. Tujuannya sebagai upaya pencegahan dan penanganan korban TPPO terhadap perempuan dan anak.

“Tugas utama gugus tugas ini adalah melakukan upaya preventif, penegakan hukum, kuratif dan rehabilitatif korban TPPO,” ucap Emil di Bandung, Rabu (28/4).

Baca Juga:Ketua RT-RW Wajib Laporkan PemudikUAS Resmi Nikahi Perawan, Mantan Istri: Semoga Pernikahan Ketiga Ini Langgeng

Kendati begitu, ia menargetkan 27 kabupaten/kota di Jabar memiliki Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 2021.

Ia mengaku, saat ini, baru 15 kabupaten/kota yang sudah membentuk Gugus Tugas TPPO. Pembentukan Gugus Tugas TPPO dinilai penting sebagai upaya pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang.

“Saya targetkan 12 kabupaten/kota lainnya segera membentuk Gugus Tugas TPPO,” kata Emil.

Ia menuturkan, berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban TPPO. Tindakan ini telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir maupun tidak.

“TPPO terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena sosial dan menjadi permasalahan serius yang dihadapi pemerintah provinsi mengingat jumlah penduduknya terbesar se-Indonesia,” tuturnya.

Ketidakseimbangan relasi gender atau peran antara perempuan dan laki-laki dalam pembangunan, hingga kini masih belum sepenuhnya terwujud.

Hal tersebut disebabkan masih kuatnya nilai-nilai sosial budaya yang bersifat patriarki yang menempatkan laki-laki lebih tinggi dari perempuan baik di lingkup domestik maupun publik.

Baca Juga:DPRD Kota Banjar Menggelar Rapat Paripurna LKPJ Tahun 2020 dan Tetapkan Dua RaperdaJelang Idul Fitri, Dinkes Laksanakan Vaksinasi Tahap Kedua Untuk Pedagang

“Dampak ketimpangan relasi kekuasaan itu mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” pungkasnya. (win/Jabar Ekspres)

0 Komentar