JAKARTA – Rancangan UU Perampasan Aset Tindak Pidana yang sebelumnya tengah dibahas di DPR dipastikan akan dilanjutkan. Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan jika nantinya RUU tersebut disahkan, banyak pejabat yang merasa takut.
Bukan hanya RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal juga termasuk usulan pemeritah yang akan dilanjutkan. RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal ini nantinya akan membatasi transaksi belanja uang tunai maksimal Rp100 juta.
Jika lebih, pembayarannya harus melalui bank. Ini agar transaksi dapat dilacak dan mencegah suap, pencucian uang, atau transaksi ilegal lainnya.
Baca Juga:2 Terduga Teroris Jatim Tak Terkait Aksi di Mabes dan MakassarJokowi Minta Masukan Istana Negara Baru, Ini Makna Filosofis yang Terkandung
“Kalau dulu pernah ada transaksi jika lebih dari Rp5 juta harus melalui bank. Nah ini direncanakan belanja lebih dari Rp100 juta harus lewat bank. Ini juga akan mengurangi orang transaksi, nyuap orang. nanti kan bisa dilacak uangnya dari mana, untuk apa, dan sebagainya,” beber Mahfud, Jumat (2/4).
Manurutnya, pejabat hingga politikus takut jika kedua RUU itu disahkan. Sebab, mereka tidak bisa lagi membelanjakan uang di atas Rp100 juta secara tunai, melainkan harus melalui bank.
“ Nah, kalua lewat bank kan bisa ketahuan nanti. Dicek gajinya sekian, tapi belanjanya sekian,” terangnya.
Salah satu latar belakang perlunya RUU tersebut, ia mencontohkan di Papua. Ada dana dari pemerintah pusat dicairkan dari bank dan dibelanjakan secara cash puluhan miliar sehingga tidak terdeteksi ke mana aliran dana itu.
“Nah, ini penting gitu karena misalnya, di Papua itu, ada dana dari pusat itu dicairkan puluhan miliar dari bank kemudian tidak jelas dibelanjakan untuk apa, karena tidak lewat bank pembelanjaan,” tandasnya. (khf/fin)