Wik wik dengan Santriwati, Pemilik Pesantren Beralasan Transfer Tenaga Dalam

Wik wik dengan Santriwati, Pemilik Pesantren Beralasan Transfer Tenaga Dalam
pemilik-pesantren-wik-wik-3-santriwati Kapolreta Bandung Kombes Kurworo menunjukkan barang bukti kasus pemilik pesantren mencabuli 3 santriwati di Kabupaten Bandung. Foto: Arief Pratama/PojokSatu.id
0 Komentar

BANDUNG – Pemilik pesantren wik wik 3 santriwati. Sungguh miris, lagi-lagi kejadian itu terjadi di Bandung.

Tepatnya peristiwa wik wik dengan santriwati ini terjadi di Kabupaten Bandung, seorang oknum guru di sebuah pondok pesantren ditangkap Satreskrim Polresta Bandung.

Sejauh ini, baru diketahui 3 korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh H. “Diduga telah menyetubuhi tiga santriwati di wilayah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,” jelas Kapolresta menjelaskan kasus wik wik dengan santriwati terseubt.

Baca Juga:Ferdinand Hutahaean Mengaku Jika Dirinya Sejak 2017 Sudah Jadi Seorang MualafPlat Nomor Bakal Dipasang Chip

Kombes Kusworo menambahkan, modus oknum pemilik pesantren saat wik wik 3 santriwati adalah dengan berdalih memberikan ilmu tenaga dalam.

“Pelaku H ini dalihnya adalah berpura-pura akan memberikan ilmu tenaga dalam. Kemudian pelaku memijit para korban dan akhirnya korban disetubuhi,” ujarnya.

Perilaku menyimpang H kemudian diketahui dari laporan seorang santriwati yang bercerita kepada orangtuanya telah mendapatkan perlakuan yang tak senonoh dari pelaku.

Orangtua santriwati langsung naik pitam, tak terima dengan perlakuan H. Kemudian, orangtua korban melayangkan laporan polisi ke Polresta Bandung.

“Setelah ada laporan dari para korban dan memeriksa beberapa saksi serta barang bukti memvisum para korban, tidak sampai satu minggu pelaku H berhasil kami amankan,” katanya.

Oleh karena itu, H dijerat Pasal 81 ayat (2)Jo pasal 76 D Pasal 82 ayat (3) Jo pasal 76E UU RI NO 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU Pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Dengan ancaman paling lama hukuman 15 tahun penjara dan ditambah setengah dari ancaman pidana, karena pelaku merupakan tenaga kependidikan,” tandas Kurworo. (rif/pojoksatu)

0 Komentar