RI Mau Setop Impor BBM dan LPG di 2030

RI Mau Setop Impor BBM dan LPG di 2030
0 Komentar

Sampai dengan akhir tahun 2020 juga telah tertancap milestone penting lainnya, di antaranya telah terbangun Mechanical Completion (MC) Workshop and Warehouse, MC Gedung Laboratorium, serta Mechanical Tank Installation RFCC Tank.

Proyek RDMP Balikpapan fase 1 sendiri ditargetkan rampung pada 2023, sementara untuk fase 2 ditargetkan selesai pada 2025. Jika sudah rampung, maka kilang Balikpapan akan mampu meningkatkan pengolahan minyak mentah dari sebelumnya 260 ribu BOPD menjadi 360 ribu BOPD.

Kemudian proyek kilang lainnya yakni GRR Tuban, di mana Pertamina bekerja sama dengan perusahaan minyak Rusia, Rosneft, dan telah membentuk perusahaan patungan yaitu Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP).

Baca Juga:Dianggap Punya Kontribusi Besar, Kesejahteraan Pendamping Desa Bakal DitingkatkanAlas Shalat ABK KRI Nanggala-402 Ditemukan

Pertamina sendiri saat ini mengoperasikan enam kilang BBM, termasuk juga pembangunan kilang dan upgrading kilang, antara lain kilang Balikpapan, Dumai, Balongan, dan Cilacap, dan kilang baru di Tuban, serta proyek kilang hijau atau dikenal dengan nama biorefinery di kilang Plaju dan Cilacap.

Pertanyaannya adalah, mampukah segala upaya Pemerintah yang diaplikasikan oleh Pertamina itu akan mampu memenuhi ekspektasi bahwa 2030 Indonesia bebas impor BBM dan LPG? Ternyata memang tidak semudah itu.

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, target zero impor BBM dan LPG di 2030 itu seperti ‘Mission Imposible’. Sesuatu yang mungkin saja bisa tercapai, tapi membutuhkan upaya yang sangat luar biasa.

“Pada prinsipnya yang namanya target buat saya kita harus hormati dan hargai. Tinggal bagaimana caranya agar target tersebut bisa di capai,” ujar Mamit kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Minggu (25/4).

Menurutnya, perlu banyak kebijakan dan terobosan sehingga kita tidak lagi perlu impor BBM. “Saya pada prinsipnya pesimis target ini bisa di capai, mengingat konsumsi BBM masih cukup tinggi. Sementara disisi lain produksi dalam negeri masih rendah. Program 1 juta BOPD pada 2030 juga banyak tantangan dan kendala. Jikapun tercapai, saya kira belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sepenuhnya,” ujar Mamit.

Satu hal yang menurut Mamit sangat penting dan harus dilakukan pemerintah, yaitu mendukung penuh revolusi alih energi dari kendaraan bermotor yang masih menggunakan energi fosil ke penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle.

0 Komentar