Refleksi Beragama 07, Rumus Taqwa

Refleksi Beragama 07, Rumus Taqwa
Dr. H. Lutfi Lukman Hakim, Lc, M.H.I
1 Komentar

RADAR GARUT – Salah seorang sahabat Nabi bertanya kepada Abu Hurairah ra. tentang definisi taqwa. Abu Hurairah menjawab dengan memberikan sebuah analogi, ‘Apa yang akan anda lakukan ketika mendapatkan duri di jalan raya?

Sang penanya menjawab, ‘Aku akan singkirkan duri itu dari jalan karena membahayakan’. Itulah yang disebut dengan taqwa, jawab Abu Hurairah. Adanya pertanyaan kepada Abu Hurairah pada waktu itu memberikan gambaran tentang ke-awam-an orang tentang taqwa.

Memang faktanya demikian. Tidak sedikit orang merasa kebingungan ketika hendak menerjemahkan taqwa dalam bahasa operasional keseharian. Kebanyakan orang bahkan para sahabat hanya mampu memahami taqwa secara verbalisme.

Baca Juga:6 Tips Ampuh Meningkatkan Rasa Percaya DiriBantuan Modal JPE Kota Banjar Disalurkan, Wali Kota Hadiri Peluncurannya

Lebih kepada mengetahui dan menghapal sesuatu sebagai bentuk ungkapan kata-kata belaka. Dalam bahasa Sunda dikenal dengan sebutan ‘apal cangkeum’.

Imam Abu Hilal al-Asykary (w. 395 H/1005 M) salah seorang ulama ahli bahasa Arab dalam kitabnya berjudul al-Furuq al-Lughawiyah, sebuah kitab bahasa Arab dalam bentuk kategori kamus bahasa dengan ciri khas dan gaya pembahasan yang menggunakan bahasa perbandingan antara istilah-istilah dalam bahasa Arab. Beliau memberikan solusi terkait dengan masalah di atas melalui metode perbandingan.

Menurut Imam Abu Hilal al-Asykary, untuk lebih memudahkan dalam mencerna dan menerjemahkan bahasa taqwa, beliau menyandingkan perbedaan taqwa dengan taat. Taat itu artinya melaksanakan perintah agama, baik perintah wajib maupun sunat. Sementara taqwa diartikan dengan menahan diri dari setiap yang dilarang oleh agama, baik terhadap larangan yang bersifat haram atau makruh.

Antara taat dan taqwa terkoneksi dengan payung ibadah. Ibadah didefinisikan oleh para ulama terdahulu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah swt dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan demikian, maka unsur ibadah itu ada dua, melaksanakan perintah yang disebut dengan taat, dan menjauhi larangannya yang disebut dengan taqwa. Keduanya (taat dan taqwa) sebagai wujud taqarrub kepada Allah.

Karenaya, ketaatan seseorang haruslah berbanding lurus dengan ketaqwaan. Di satu sisi, ketika seseorang melaksanakan perintah Allah, maka pelaksanaan perintah seseorang itu dinyatakan sebagai bentuk ketaatan.

1 Komentar