Perda Pondok Pesantren Disahkan, Wakil Ketua DPRD: Kado Hari Santri Nasional

Perda Pondok Pesantren Disahkan, Wakil Ketua DPRD: Kado Hari Santri Nasional
Wakil Ketua DPRD Garut, H R M Romli
0 Komentar

GARUT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut akhirnya mengesahkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pondok Pesantren menjadi Peraturan Daerah (Perda) dalam rapat paripurna yang digelar Jumat (21/10). Pengesahan perda tersebut menjadi kado menyambut Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati pada 22 Oktober 2022.

“Perda Pesantren yang hari ini disahkan merupakan salah satu perda yang inisiatifnya berasal dari DPRD Garut. Hari ini sudah disahkan dalam rapat Paripurna DPRD Garut, kado menyambut Hari Santri Nasional,” kata Wakil Ketua DPRD Garut, H R M Romli.

Ia menyebut bahwa sebelum disahkan, pembuatan Perda Pondok Pesantren melibatkan banyak pihak dari lingkungan pesantren, akademisi, dan lainnya. Oleh karena itu ia berharap agar perda tersebut mengakomodir segala hal yang kaitannya dengan pondok pesantren.

Baca Juga:Komisi 3 DPRD Kota Banjar Minta Pemkot Komunikasi Dengan BBWS CitanduyGenjot Daya Saing Usaha, Pemprov Jabar Fasilitasi Pengusaha Kecil Mendunia

Dengan disahkannya Perda Pondok Pesantren, dijelaskan Romli, pemerintah harus lebih memerhatikan pesantren, kyai, guru, dan santrinya. Apalagi di dalam perda tersebut ada tiga tujuan utama, yaitu Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan.

“Jadi setelah Perda ini disahkan, jangan kemudian menjadikan pesantren, atau para kyai, ustadz, santri sebagai objek saja, namun juga menjadi subjek dalam program-program pemerintah. Mereka bisa dilibatkan secara aktif dalam berbagai hal, sesuai dengan perannya masing-masing,” jelasnya.

Selama in, diungkapkan Romli, dukungan pemerintah terhadap pesantren khususnya yang tradisional tidak masuk dalam dukungan formal. “Yang terjadi kemudian munculnya paradigma bahwa anak yang memilih mondok di pesantren tidak mendapat dukungan dari negara,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dengan lahirnya Perda Pesantren di Garut menjadikan pesantren, para kyai, ustadz, dan santri tidak merasa didiskriminasi oleh negara. Lebih dari itu, setiap kegiatan-kegiatannya mendapat dukungan dari pemerintah.

“Artinya tiga hal tadi, fungsi Dakwah, Pendidikan, dan Pemberdayaan di pondok pesantren diperhatikan. Apalagi yang kemudian kaitannya dengan peningkatan kemandirian ekonomi pesantren dan perekonomian masyarakat di lingkungan pesantren. Kuncinya adalah, pesantren bukan sebagai objek, namun subjek,” tegasnya. (mwm)

0 Komentar