Pelita dan Repelita Dinilai Lebih Efektif dari RPJMN

Pelita dan Repelita Dinilai Lebih Efektif dari RPJMN
Kementerian PUPR terus mendukung percepatan pengembangan wilayah perbatasan melalui pembangunan infrastruktur salah satunya Pos Lintas Batas Negara (PLBN). (dok. PUPR)
0 Komentar

JAKARTA – Program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang saat ini dilakukan pemerintah dinilai masih kurang efektif. Program era Orde Baru yakni Pelita (Pembangunan Lima Tahun) dan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dianggap lebih tepat.

“Jangan lupa, program ini sejak tahun 1969 berjalan sukses. Bayangkan saja, inflasi pada tahun 1967 sekitar 600 persen. Kemudian turun sampai 10 persen pada 1969-1970,” ujar Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie kepada FIN di Jakarta, Jumat (10/9).

Menurutnya, grand strategy and grand design digagas ekonom Widjojo Nitisastro dan Menteri Keuangan tiga periode Ali Wardhana. Selain itu, ada pula tim ekonomi era Soeharto yang hebat. Seperti Radius Prawiro, JB Sumarlin dan Marie Muhammad.

Baca Juga:Baru Saja Pilih Ketua Cabang, GMNI Garut Kembali Memilih Ketua Cabang Baru di KonfercablubTinjau Vaksinasi di Medan, Airlangga Berbincang Soal Kartu Prakerja

“Orang-orang di kabinet saat itu, benar-benar ahli. Mereka menguasai bidang, menguasai masalah dan mumpuni. Kemudian ada Menristek BJ Habibie yang sangat piawai. Sampai akhirnya diminta pulang dari Jerman.

“Habibie adalah salah satu ilmuwan terkemuka di Jerman kala itu. Sampai akhirnya Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani harus diboyong dari Korea Selatan. Mereka semua bekerja tanpa tekanan dari parpol,” urainya.

Saat ini, lanjut Jerry, tokoh handal yang tersisa hanya Emil Salim. “Saat ini saya lihat banyak public policy yang amburadul. Khususnya infrastruktur. Baik pembangunan jalan, jembatan dan gedung. Coba bandingkan jalan tol Jagorawi dan Cikampek yang dibangun di era Soeharto. Itu sangat bagus dan bertahan lama. Ini dibangun melalui konsep Repelita dan Pelita,” beber Jerry.

Ada pula mid term and long term (jangka menengah dan jangka panjang) yang sebetulnya bisa diadopsi dari kebijakan di era Presiden Soekarno dan Soeharto sampai SBY. Pasalnya, ada beberapa program di era tersebut yang baik. Tetapi saat ini tidak berlaku lagi.

“Dibandingkan dengan saat ini. Barangkali beda menteri di era Orde Lama dan Orde Baru. Zaman itu menteri belum terlalu sibuk dengan partai atau non partisan. Hampir rata-rata menteri dari kalangan akademisi, praktisi dan profesional,” tandasnya.

Yang membedakan saat ini dengan era sebelumnya adalah urusan politis. Sekarang, political interest lebih kuat. “Kurangnya kelompok moderat, konservatif dan bipartisan kalau di parlemen. Bahkan urusan kabinet saat ini ditake over oleh parpol. Jadi di situlah kendala utamanya,” pungkas Jerry. (rh/fin)

0 Komentar