Untuk Pemkab Garut sendiri lanjut Nugraha, sebetulnya memang sudah menempuh proses untuk meminta izin. Proses itu sudah berjalan sejak bulan Juli 2019. Pemberitahuan ke KPH Garut sudah ada melalui dinas terkait. Namun masalahnya izin itu sebetulnya harus diusulkan ke Kementerian LHK.

“Kemarin 20 Februari baru menyampaikan izin walaupun sebelum sebelumnya sudah ada proses. Komunikasi sudah ada jadi sebetulnya kan lokasi itu sempat diusulkan oleh LPRI, sempat diusulkan oleh desa. Sudah ada komunikasi itu dan kami tetap karena tahu kewenangannya bukan di Garut, (maka) tidak bisa hanya di sini tapi harus disampaikan ke Kementerian Kehutanan,” katanya.

Karena tidak mau disebut pembiaran, pihak Perhutani KPH Garut kata Nugraha, sudah membuat laporan polisi (LP) terkait aktivitas pembangunan jalan yang sempat ramai itu. Karena patut diduga, jika terjadi kerusakan hutan di sana maka berpotensi terjadi tindak pidana.

Sementara itu Ketua Konsorsium penyelamatan gunung Cikuray, Ebit, saat diwawancarai Senin sore (09/03) di sekretariatnya, meminta agar pembangunan itu tetap dihentikan.

Menurutnya hal itu sudah menjadi harga mati, karena dampak buruk yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaatnya.

Terutama yang disoroti Konsorsium penyelamatan gunung Cikuray adalah persoalan ekologi. Termasuk penyelamatan flora pauna endemik yang diduga terdapat di kawasan hutan yang sekarang ini akan dibangun jalan.

Selain itu, Ebit menilai banyak aturan yang dilanggar Pemkab Garut atas pembangunan tersebut. Antara lain kata dia, pembangunan itu belum masuk dalam rencana tata ruang, kemudian melanggar undang-undang kehutanan dan Lingkungan hidup.

Sementara itu, tak sedikit pula kalangan masyarakat yang menilai bahwa pembangunan jalan itu akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang dilintasi.

Dikabarkan pembangunan jalan tersebut, memang sudah lama diidam-idamkan oleh sebagian masyarakat di Kecamatan Banjarwangi. (fer)