Ferdiansyah dan Kemendikbud Gelar Dialog Budaya Kampung Adat Pulo Situ Cangkuang

Ferdiansyah dan Kemendikbud Gelar Dialog Budaya Kampung Adat Pulo Situ Cangkuang
Warga Garut dari berbagai kalangan mengikuti dialog Budaya Kampung Adat Pulo Situ Cangkuang
0 Komentar

“Akhirnya juga sulit bagi kita untuk menapak bagaimana sih sejarah masyarakat adat itu sesungguhnya. Kalau tidak cepat itu juga menginventarisnya susah,” tambahnya.

Padahal selama ini lanjut Ferdiansyah, yang dibutuhkan dari masyarakat adat ini adalah pencatatan juga pembuktian nilai sejarah dan perjalanan bangsa.

Kemudian lanjut Ferdiansyah, terkait dengan keberadaan Undang-undang tentang Kemajuan Kebudayaan, juga bisa digunakan menjaga eksistensi masyarakat adat. Misalnya seperti menjaga tradisi lisan, seperti menanam padi sambil bernyanyi, kemudian menyampaikan ilmu dengan bernyanyi dan lain sebagainya.

Baca Juga:DPC PDI-P Garut Sambangi Korban Kebakaran di Malangbong, Berikan Sejumlah BantuanHiswana Migas dan Pertamina Salurkan Bantuan Bagi Korban Bencana Garut Selatan

Selanjutnya, kaitan dengan ekosistem terhadap kelangsungan masyarakat adat, Ferdiansyah juga menilai penting untuk dilindungi. Bagaimana pengaruh lingkungan itu terhadap kelangsungan masyarakat adat.

” Mungkin kita tidak tahu ternyata di hutan itu terdapat tumbuhan atau makhluk hidup yang bermanfaat untuk pengobatan, kesehatan yang diperlukan,” ujarnya.

Seperti halnya di Kabupaten Garut, Ferdiansyah tidak berharap terjadi kembali bencana banjir bandang seperti sebelumnya. Maka dari itu dalam konteks menjaga ekosistem ini, menurutnya patut juga diinventarisir. Jangan sampai justru menggerus keberlangsungan masyarakat adat.

“Soal Garut ini kita juga mengiventarisir jangan sampai ada palid Cimanuki kahiji, kadua dugi katilu. Termauk yang di Cisompet. Artinya jangan sampai terjadi alih tanaman. yang tadinya tanaman keras yang bisa menahan laju air keras diganti dengan tanaman yang tidak bisa menahan laju air keras,” ujarnya.

Namun demikian, di sisi lain, diharapkan masyarakat pesisir hutan ini tetap mendapatkan kesempatan untuk dapat penghidupan. Agar masyarakat adat tetap bisa bertahan dengan lingkungan yang ada namun juga tidak merusak ekosistem yang ada.

Misalnya adalah dengan mengembangkan pola pertanian tumpangsari, yaitu menanam tanaman semusim di sela-sela tanaman keras. Agar di satu sisi, kebutuhan jangka pendek masyarakat terpenuhi namun mereka tidak perlu merusak hutan.

” Sehingga keberadaan masyarakat adat eksistensinya bisa jgua terpelihara yang mungkin membantu untuk kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Baca Juga:Hadiri Maulid Nabi, Wakil Bupati Ciamis Ingatkan Warga Disiplin Terapkan Protokol KesehatanTerombang-ambing 6 Hari di Laut, 2 Nelayan Garut Ditemukan di Perairan Cilacap

Kaitan dengan hal tersebut, dari sisi hukum Ferdiansyah juga berusaha memproteksi agar masyarakat pesisir hutan ini tidak terjerat oleh hukum lantaran hanya memanfaatkan satu dua batang kayu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

0 Komentar