GARUT — Wacana menjadikan ikan laut sebagai salah satu menu utama dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Garut dinilai belum dapat direalisasikan secara optimal. Kendala utamanya terletak pada harga ikan laut yang dinilai masih terlalu tinggi jika disesuaikan dengan standar anggaran program MBG.
Sebelumnya, Wakil Sekjend DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat, Dadel Lukman Nurhakim, mendorong agar Pemkab Garut menjadikan ikan laut sebagai salah satu lauk pauk MBG. Menurutnya, ikan laut merupakan sumber protein tinggi yang relatif paling minim terkontaminasi bahan kimia.
Namun demikian, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanak) Kabupaten Garut, Beni Yoga menyampaikan bahwa realisasi penggunaan ikan laut sebagai menu MBG masih cukup berat dari sisi biaya. Harga ikan laut, khususnya jenis yang memenuhi standar gizi, dinilai tidak kompatibel dengan batas anggaran MBG yang hanya sekitar Rp 10 ribu per porsi.
Baca Juga:Batik CeuRia Jadi Contoh UMKM Inspiratif, Delegasi Mara Corporation Malaysia Pelajari Model Pemberdayaan PNM dRumah Pencari Rongsokan di Garut Ambruk, Pengajuan Bantuan Masih Terkendala
“Kalau bicara anggarannya, memang cukup berat dimasukkan ke program MBG. Standar harga MBG per porsi itu sekitar Rp10 ribuan. Sementara ikan laut yang layak digunakan seperti tuna, meski grade paling rendah, tetap belum masuk ke standar harga itu,” terang Beni.
Menurut Beni, pihaknya bahkan telah mencoba menghitung penggunaan tuna fillet dari grade terendah atau ikan rucah yang tidak masuk pasar. Namun harga akhir tetap tidak memungkinkan untuk disesuaikan dengan skema pembiayaan MBG.
Di luar persoalan harga, Beni menyebut ada hambatan lain terkait kontinuitas pasokan dan kebutuhan penyimpanan. MBG menuntut ketersediaan stok ikan secara rutin dan stabil, sementara produksi ikan laut di Garut cenderung fluktuatif berdasarkan musim.
“SPPG menginginkan pasokan yang rutin. Nah, itu yang belum bisa kami penuhi karena produksi ikan laut di Garut masih musiman. Di musim tertentu banyak, di musim lain tidak ada. Itu sebabnya kami mendorong adanya cold storage untuk menjaga suplai,” ujar Beni.
Ia menambahkan, kebanyakan nelayan Garut langsung menjual hasil tangkapan ke luar daerah karena tidak memiliki fasilitas penyimpanan. Kondisi ini berpengaruh pada struktur harga ikan yang menjadi lebih tinggi di tingkat lokal.
