Pelantikan PCNU Garut kali ini melantik KH. Atjeng Abdul Wahid sebagai Ketua Tanfidziyah, dan KH. Rd. Amin Muhyidin Maolani sebagai Rois Syuriah. Dalam sambutannya, KH. Amin menekankan pentingnya NU bergerak dalam jihad melawan kebodohan dan kemiskinan, dua musuh utama masyarakat pedesaan yang sangat dipahami oleh Ahmad Sanusi.
“Ngaji itu penting, tapi jangan salah guru. Jihad kita hari ini bukan lagi angkat senjata, tapi angkat pena, ajarkan ilmu, tanamkan akhlak,” ujar KH. Amin.
Ahmad mengamini itu. Baginya, apa yang ia lakukan adalah bentuk nyata dari “jihad an-Nahdliyah”, istilah yang digunakan untuk menyebut perjuangan kaum Nahdliyin dalam membangun peradaban melalui ilmu, pelayanan sosial, dan penguatan moral.
Baca Juga:Puluhan Warga Binaan Rutan Garut Rampungkan Program Rehabilitasi, Siap Hidup Baru Bebas NarkobaKepala Rutan Kelas IIB Garut Resmi Dijabat Muchamad Ismail
“Saya ingin murid-murid saya tahu bahwa agama itu tidak berhenti di mimbar. Islam itu diamalkan lewat perbuatan. Lewat disiplin, keberanian, dan semangat melayani,” kata Kakak Uci.
Ahmad tidak sendiri. Di banyak pelosok desa, ratusan bahkan ribuan guru, petani, sopir angkot, hingga buruh bangunan menjadi bagian dari Banser NU. Mereka bukan orang-orang berlimpah harta, tapi kaya komitmen. Mereka adalah tulang punggung sosial yang menjaga harmoni dan ketahanan komunitas akar rumput.
Di tengah kritik terhadap dunia pendidikan dan krisis keteladanan, kisah seperti Ahmad Sanusi menjadi oase. Bahwa masih ada pendidik yang tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga memberi contoh lewat tindakan nyata.
“Saya hanya berharap, anak-anak di sekolah saya kelak bisa tumbuh menjadi orang-orang yang berguna untuk agama, bangsa, dan lingkungan sekitarnya,” pungkas Kakak Uci. (*)