GARUT – Pada usia 12 tahun, Muiz berjuang menjadi tulang punggung keluarga. Muiz menggantikan peran ayahnya menghidupi ibu dan tujuh orang adiknya.
Inilah kisah bocah usia 12 tahun asal Kampung Siderang Datar, RT 02 RW 11, Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.
Terungkapnya kisah pilu Muiz, berawal dari seorang perempuan bernama Asti yang kebetuan di suatu hari bertemu dengan Muiz yang tengah mencari barang bekas (rongsokan) bersama adiknya.
Baca Juga:Hari Terakhir Kampanye, DPC PDI Perjuangan Garut Gelar Pertemuan dengan Saksi TPSPaslon Bupati Garut Berdebat Sengit, KPU Garut Cerdas Pilihkan Sub Tema
Asti yang kala itu tengah berada di warung di pinggir jalan, merasa kasihan melihat Muiz yang tengah mencari rongsokan sambil mengasuh adiknya.
Asti pun memanggil Muiz dan mewawancarainya sambil merekam video.
Dari situlah terungkap kehidupan Muiz yang begitu memprihatinkan. Ia selama ini berjuang menghidupi ketujuh adiknya yang masih kecil.
Asti pun memviralkan video tersebut di akun media sosialnya di Tiktok. Sehingga banyak netizen yang merasa prihatin dan memberikan kepedulian kepada Muiz.
Beberapa konten kreator pun berdatangan ke rumah Muiz menggali bagaimana kehidupan bocah 12 tahun tersebut.
Mencari Rongsokan dan Menjual Cakuwe di Sekolah
Perjuangan Muiz membantu ekonomi keluarganya adalah dengan cara berjualan cakuwe di sekolah.
Muiz setiap jam 3 dini hari membantu ibunya membuat cakuwe untuk dijajakan di sekolah.
Penghasilan Muiz dari menjual cakuwe itu rata-rata per hari Rp30 ribuan.
Baca Juga:Pilkada Garut Tinggal Menghitung Hari, KPU Garut Sudah Salurkan LogistikCawabup Geulis Tak Bersalah, Isu Bagi-bagi Beras di Mekarsari Dibantah Oleh Panwascam Cibatu
Tentu saja penghasilannya itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan tujuh adiknya yang masih kecil-kecil. Sehingga dia pun mencari tambahan penghasilan dengan mencari rongsokan untuk dijual kembali.
Sepulang sekolah Muiz pun nyambi menjadi tukang rongsokan. Tak jarang dia pun sambil mengasuh adiknya mencari rongsokan.
Ayah Muiz sendiri diketahui merantau menjadi pelaut dengan penghasilan yang sangat minim. Tak setiap bulan ayahnya mengirimi mereka uang.
Otomatis, Muiz lah yang terjun mengambil peran ayahnya membantu ekonomi keluarganya.
Tinggal di Rumah Gubuk Tidak Layak Huni
Rumah Muiz tampak seperti gubuk. Ukuran rumahnya cukup kecil untuk menampung 9 jiwa.
Rumahnya juga tidak layak huni, dan bisa dikatakan paling buruk di kampungnya itu.
Namun di rumah gubuk seperti itulah Muiz hidup bahagia dan mempunyai harapan besar bahwa kelak kehidupannya bisa menjadi lebih baik.(feri)