“Misalnya ada bakal calon yang menunjukkan gaya milenial, ya itu mungkin untuk segmentasi masyarakat kota yang biasa pegang Gadget, tapi kalau dilihat dari 2,8 juta penduduk Garut yang kebanyakan petani sepertinya larinya tidak ke sana,” katanya.
“Punya pengaruh tapi belum tentu signifikan apalagi melihat topografi Garut yang seperti ini,” tambahnya.
Ia menambahkan, popularitas tidak menjadi modal satu-satunya kandidat bisa menang, ada pun faktor elektabilitas.
Baca Juga:Dadan Hidayatullah Dorong Pemerintah Lebih Berpihak dan Sejahterakan HonorerB-Universe dan Disway Sepakati Kerja Sama, Proyeksikan Bangun 400 Media Network
“Nah ini sekali lagi pendatang baru PR-nya (Pekerjaan Rumahnya) besar banget, disamping dia harus mendongkrak popularitas, dia juga harus mendongkrak elektabilitasnya,” katanya.
Sejauh ini para bakal calon Bupati Garut maupun bakal calon Wakil Bupati Garut sudah mulai memasang ribuan Baligo dan alat peraga kampanye di sejumlah titik, namun itu pun ternyata menurut Heri, belum cukup.
“Nah sekarang saya lihat di Garut kita melihat ribuan baligo di daerah Tarogong Kidul, Garut Kota dan sekitarnya, tapi di luar itu sepertinya di gang-gang masih sedikit. Ini tentu PR besar bagi pendatang baru, sementara orang lama yang sudah punya investasi sosial dan politik lebih diuntungkan dalam topografi seperti Garut hari ini. Jika menganalisis hasil survei sepertinya muka-muka lama yang secara keterpilihannya masih relatif di atas,” katanya.
Kendati demikian, ia pun menambahkan bahwa yang sudah memiliki elektabilitas tinggi juga belum jaminan, bisa saja menang tapi bisa juga kalah.
“Iya memang hasil survei tidak selalu jadi patokan yang bersangkutan menang atau kalah, cuman saya belum melihat satupun kejadian ketika hasil survei jeblok di bawah bisa naik ke atas dan menang,” pungkasnya. (erf)