Bupati Dede Satibi lah yang waktu itu menyuruh dan mengizinkan Imas dengan suaminya untuk berjualan bunga di lokasi tersebut. Karena lahan tersebut terkesan tidak terurus atau gamblung (basa sunda).
Kemudian lambat laun, berdiri pula pedagang lain mendirikan kios bunga hias bersama Imas di lokasi tersebut dan berjalan puluhan tahun sampai sekarang.
Sehingga jika melihat sejarah tersebut, menurut Imas, bahwa pihaknya tidak bisa dikatakan berjualan secara illegal di lokasi tersebut. Mereka tidak ujug-ujug berjualan tanpa izin dan seenaknya. Melainkan ada izin dari otoritas Pemkab Garut dalam hal ini Bupati Dede Satibi.
Baca Juga:Jalan Wisata dan Jalur Mudik di Garut Mulai Diperbaiki, yang Berlubang DitambalDBD Meningkat di Garut, Dinkes Klaim Sudah Tingkatkan Penyuluhan
Walaupun, secara legalitas sampai sekarang Imas mengakui bahwa pihaknya belum mengantongi secara formil. Namun sebetulnya mereka sudah sering ingin menempuh prosedur tersebut agar berjualan secara legal dengan mengantongi legalitas.
Namun sekarang, ujug-ujug ada surat perintah dari Dispora Garut bahwa pedagang KPBH mesti mengosongkan lokasi tersebut dan diberi tempo sampai 27 Maret 2024. Hal ini tentunya sangat tidak manusiawi dan dinilai tidak menghargai perjalanan sejarah dengan Bupati Dede Satibi.
Sementara itu Sekretaris Dispora Garut Cecep Firmansyah, ketika dimintai tanggapan oleh wartawan di kantornya, mengaku tidak mengetahui secara persis bagaimana aturan main dan rencana Dinas perihal penggusuran pedagang bunga tersebut.
Ia pun meminta waktu sampai hari senin 25 Maret 2024 untuk menjelaskan masalah tersebut kepada media dan pedagang.
Pihaknya menjadwalkan untuk audiensi di 25 maret nanti dan pihaknya siap menghadirkan Kepala Dinas dan kepala bidang yang mengetahui persis perihal teknis rencana dinas tersebut.
Ketika disinggung soal rencana pembangunan gedung di Ruang Terbuka Hijau tersebut, Cecep juga tidak mau berkomentar. Apakah secara turan boleh membangun gedung di Ruang Terbuka Hijau atau tidak.(fer)