JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengungkapkan pentingnya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Hal ini dilakukan agar Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) memiliki peran yang lebih jelas dan tidak disalahartikan oleh masyarakat Muslim di Indonesia.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami istilah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam biaya haji. Akibatnya, mereka kurang paham mengenai tugas dan tanggung jawab BPKH dalam mengelola dana haji di Indonesia.
“Revisi UU ini sangat penting karena banyak masalah terkait tugas dan fungsi BPKH yang perlu diperbaiki. Terutama dalam konteks perubahan peraturan UU, terutama UU haji, serta untuk meningkatkan peran BPKH dalam mengoptimalkan pengelolaan dana haji,” ungkap Hamdan Zoelva dalam Seminar Nasional mengenai Aspek Hukum Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Haji, yang diadakan di Universitas Syiah Kuala, Aceh, pada Kamis, 14 September 2023.
Baca Juga:PNM Garut Gelar Klasterisasi Budidaya Markisa, Dorong Kemajuan Usaha di Kecamatan KarangpawitanWBP terima 275 Al-Qur’an dan 12 Mukena, Program Rutan Mengaji kian Cerahkan Napi
Lebih lanjut, Hamdan Zoelva mengidentifikasi dua paradigma yang perlu diubah dalam UU Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Pertama, UU ini saat ini seolah-olah memandang BPKH sebagai lembaga independen yang hanya bertanggung jawab atas pengelolaan dana haji untuk meningkatkan manfaat finansial dari investasi dana tersebut. Padahal, dalam praktiknya, BPKH harus berkolaborasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
“Ketika Kemenag memerlukan dana haji, seakan-akan BPKH hanya bertindak sebagai kasir haji. Saya rasa pandangan ini harus diubah, BPKH harus dilibatkan dalam seluruh proses ekosistem haji, termasuk penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH),” ujarnya.
Kedua, Hamdan Zoelva merasa bahwa UU tersebut memiliki aturan yang terlalu kaku dalam mengatur BPKH. Meskipun pemahaman tersebut muncul sebagai upaya pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan tata kelola keuangan haji, menurutnya, terdapat mekanisme lain yang dapat digunakan tanpa perlu membuat peraturan yang begitu ketat.