“Selama itu, sebagai Gubernur saya mencoba untuk melakukan assesmen mendalam atas kerusakan yang ditimbulkan gempa, lalu mencari sumber daya untuk melakukan evakuasi penyelamatan dengan cepat,” katanya.
Kemudian, bekerja sama dengan komunitas kebencanaan untuk mendata kebutuhan dasar, dan perlindungan bagi kelompok masyarakat rentan, sejalan dengan rehabilitasi infratruktur penting.
Menurut Ridwan Kamil, yang pertama yang diperlukan dalam menangani gempa Cianjur adalah data. Dengan toponimi, data yang terkumpul menjadi lebih cepat.
Baca Juga:Kampung Makam di Desa Tanjungkarya Garut Diterjang Banjir BandangUu Ruzhanul Buka Segudang Manfaat Ajang Cycling de Jabar 2023
“Kami juga dapat membuat data berseri untuk mendistribusikan logistik, dengan mengombinasi semua aspek koordinasi yang penting, menggunakan data toponimi yang sudah dimiliki,” sebut Ridwan Kamil.
Dengan memiliki data toponomi ini, Jawa Barat lebih cepat merespons karena otoritas dapat mengecek sejauh mana kerusakan yang terjadi, distribusi logistik, lokasi kantor polisi terdekat, markas tentara, lokasi aman untuk evakuasi sementara.
Dengan data rupa bumi dari aplikasi Sistem Informasi RupaBumi atau SINAR, distribusi bala bantuan dan koordinasi situasi kedaruratan sangat cepat dan responsif.
“Sebagai contoh, jadi episentrum gempa bumi Cianjur kampung bernama Cieundeur. Dalam bahasa Inggris ‘eundeur’ adalah ‘bergetar’ atau ‘bergoyang’,” sebut Ridwan Kamil.
Dengan kata lain, masyarakat Kampung Cieundeur telah sangat lama memiliki kesadaran akan gempa bumi dilihat dari nama kampung mereka.
“Sejarahnya, masyarakat lama di area itu telah menamai daerah mereka sesuai dengan seringnya gempa yang terjadi,” kata Ridwan Kamil.
Desa atau Kampung Cieundeur berada di Kecamatan Warungkondang. Secara geografis Cieundeur hanya 15 kilometer dari Gunung Gede dan berada di sebelah timur Sesar Cimandiri.
Baca Juga:Sumedang Terkenal dengan Sebutan Kota Tahu dan Ubi CilembuNyi Roro Kidul, Mempunyai Banyak Versi di Masyarakat
Dalam tulisan peneliti kegempaan T. Bachtiar, gempa bumi di Cieundeur pernah diberitakan di koran-koran Belanda terjadi pada 1844, 1859, 1879, bahkan pada 1747 – 1748 ketika Gunung Gede meletus hebat.
Sang peneliti Kelompok Riset Cekungan Bandung masih mencari mulai kapan persisnya nama kampung atau Desa Cieundeur masuk ke dalam peta Indonesia modern yang bisa dilihat hingga kini.
Ridwan Kamil menganggap toponimi yang berkembang di Jawa Barat merupakan sumber daya informasi yang berharga dalam manajemen kebencanaan.
Kredit bagi semua pihak yang telah berpartisipasi menyusun toponimi dan dipergunakan dalam manajemen kebencaan gempa Cianjur.